www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA–Selain pamer ratusan karya, mahasiswa prodi Seni Rupa Murni, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA (UNESA) juga ‘mewarnai’ Art Exhibition dengan bedah karya; bincang kuratorial di Gedung T3, FBS, UNESA Lidah Wetan, Surabaya pada Selasa (14/06/2022) malam.
Pada sesi tersebut, seniman muda Pameran Arek Seni Rupa UNESA (Parsesa) satu persatu membedah karya dan membeberkan proses kreatif, inspirasi dan nilai-nilai di balik karya mereka. Seperti Muhammad Muslim Alim A misalnya yang menyampaikan detail tentang karyanya yang berjudul “Aku Bukan Aku”.
Muhammad Muslim mengatakan bahwa, “Aku Bukan Aku” mengekspresikan tentang fenomena manusia abad ini yang cenderung kehilangan jati diri. Jati diri, lanjutnya, merupakan gambaran atau keadaan khusus seseorang. Bisa juga dipahami sebagai identitas khusus seseorang yang meliputi karakter, kepribadian, sifat dan watak.
Kemajuan teknologi belakangan ini, lanjutnya, satu sisi memang memudahkan manusia dalam berbagai hal hanya dengan sekali klik atau geser-geser jari di layar ponsel. Aktivitas dan kebutuhan hidup yang semakin instan, ternyata di sisi lain menyimpan sejuta mudarat di antaranya bisa menjauhkan seseorang dari ‘dirinya sendiri’.
“Karya ini berangkat dari keresahan itu. Sebagai bahan refleksi bersama agar kita semakin bijak mengarungi kehidupan dan dalam menggunakan teknologi. Harusnya dengan teknologi yang semakin maju, kita makin produktif dan memudahkan dalam menemukan jati diri,” ucapnya.
Selain itu, Abdul Mujib juga memaparkan karyanya; “Di Seperempat Segara Timur”. Karyanya itu menggambarkan tentang bentangan alam dari ujung hingga ujung, yang tak akan habis keindahannya dan tak pernah tuntas dikupas misterinya. Alam dan manusia terus hidup berdampingan senantiasa melengkapi sampai kapanpun.
“Karya ini berangkat dari kebanggaan atas keindahan alam nusantara yang patutnya disyukuri tidak hanya dalam bentuk kata-kata, tetapi tindakan yang mengarah pada pelestarian dan menjaga keindahan alam. Sindirannya ke arah sana,” ucap Abdul Mujib.
Kemudian, Noviani Lestari juga mengungkapkan karyanya yang berjudul “Isolasi”. Karya yang berwujud seekor ikan hias cantik dengan kekangan kantong plastik yang tergantung begitu saja. “Karya ini tentu berangkat dari keresahan ya. Mengenai apa yang disindir, masing-masing yang melihatnya bisa menangkap dan memaknainya sendiri. Biarkan lukisannya sendiri yang berbicara kepada yang melihatnya. Isinya bisa berbeda,” ujarnya.
Winda Dona, salah satu panitia menjelaskan, ratusan karya bernaung dalam tema yang sama, Travesty. Sesuai dengan temanya, karya-karya hadir dari keresahan dan kepedulian terhadap kondisi realitas dan menyampaikan pesan atau sindiran lewat karya. Sasarannya yang disindir banyak; perilaku manusia, tradisi seksualitas, mentalitas transgender hingga kerusakan lingkungan.
“Selain pameran dan bedah karya dan bincang kuratorial, rangkaian acara juga terdiri dari workshop Resin Jewelery, dan ada Talkshow Ayos Purwo Aji (Aklampanyun). Semoga karya-karya ini bisa bermanfaat bagi kami sendiri, UNESA dan masyarakat pada umumnya,” ucapnya. [HUMAS UNESA]
Penulis: Saputra
Editor: @zam Al’asyiah
Foto : Dokumentasi Pribadi
Share It On: