www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id - Dalam rangka melakukan analisis sinyal pasar dan iptek, Prodi PLB Unesa melakukan Diskusi Kelompok Terpimpin (DKT) bersama stake holder, (27/10). Kegiatan tersebut didasarkan pada surat yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa Prodi PLB layak untuk didanai.
Dilaksanakan secara daring melalui platform zoom, kegiatan tersebut dihadiri Rektor Unesa, Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes, Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama, Dr. Sujarwanto, M.Pd, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Timur, Anwar Sanusi, M.Pd, Kepala Bidang PK-PLK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Dr. Suhartono, M.Pd serta jajaran pimpinan FIP, khususnya Prodi PLB.
Dalam pemaparannya, Bambang menyinggung mengenai kampus merdeka dan merdeka belajar yang disampaikan oleh Mas Menteri. Ia mengatakan jika sebuah Perguruan Tinggi sudah menerapkan kampus merdeka, maka Perguruan Tinggi tersebut sudah menerapkan merdeka belajar, karena merdeka belajar merupakan bagian dari kampus merdeka.
“Sejauh ini, Unesa sudah melaksanakan hal tersebut. Sebut saja PPL dan PKL, itu merupakan salah satu implementasi yang diterapkan Unesa yang mengacu pada merdeka belajar,” tambahnya.
Mengacu pada konsep kampus merdeka dan merdeka belajar, jelas Bambang, perguruan tinggi diharapkan bisa memahami betul bagaimana esensi yang diinginkan oleh Mas Menteri. Oleh karena itu, perguruan tinggi tidak bisa sembarangan dalam merumuskan kurikulum.
“Dalam semangat merdeka belajar, kita harus bisa bekerja sama, karena konsep merdeka belajar sendiri tidak bisa diartikan sembarangan,” tutur Sujarwanto.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Anwar Sanusi. Dalam hal ini, Anwar Sanusi juga menegaskan jika sistem pendidikan, khususnya di Prodi PLB hendaknya benar-benar disusun secara sistemis.
“Jadi, lulusan yang dihasilkan nanti harus mampu melayani pendidikan di PLB, mampu meningkatkan kompetensi guru GBK, mampu melayani anak-anak disabilitas di kalangan sekolah, serta mampu menyiapkan anak-anak disabilitas menjadi anak yang mandiri,” ujar Anwar Sanusi.
Pada dasarnya, anak difabel merupakan anak yang spesial, untuk itu diperlukan lulusan yang berkompeten di bidang PLB. Adanya konsep merdeka belajar ini diharapkan bisa menghasilkan lulusan PLB yang benar-benar berkompeten di bidangnya.
“Lulusan perguruan tinggi, khususnya prodi PLB hendaknya memiliki tingkat kreativitas dan inovasi yang menarik. Hal tersebut sangat bermanfaat digunakan untuk melakukan proses belajar mengajar anak disabilitas yang notabene memiliki keberagaman yang berbeda dengan anak pada umumnya,” ujar Suhartono.
Suhartono juga menegaskan jika salah satu hal yang perlu dilakukan bagi lulusan atau penyelenggara pendidikan khusus adalah mengubah mindset. Dalam hal ini, penyelenggara pendidikan bisa memulai dengan mengubah penggunaan kata “tuna” menjadi “disabilitas” atau “difabel”.
“Ini dikarenakan anak-anak disabilitas bukan tidak bisa apa-apa, hanya saja mereka memiliki keunikan tersendiri, dan penyelenggara pendidikan khusus hendaknya memiliki cara tersendiri untuk tetap bisa mengembangkan kreativitas mereka (red:anak disabilitas), sehingga mereka bisa menjadi lulusan yang mandiri tanpa diskriminasi,” tandas Suhartono. (ay)
Share It On: