www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA—Bahasa memiliki peran penting bagi pembangunan daerah dan desa. Itu disampaikan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Prof. (H.C). Dr. (H.C.). H. Abdul Halim Iskandar, M.Pd., dalam orasi ilmiah penganugerahan profesor kehormatan di Graha UNESA, Kampus Lidah Wetan, Surabaya pada Sabtu, 16 September 2023.
Orasinya berjudul “Bahasa Sebagai Media Komunikasi Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa: Kajian Etnopragmakritik”. Menteri Desa yang akrab disapa Halim Iskandar atau Gus Halim itu mengatakan bahwa bahasa menjadi bagian dari faktor kesuksesan pembangunan desa.
“Keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari good planning dan good implementation. Namun, elemen lingkungan budaya juga menjadi variabel penting pembangunan. Sebagai produk budaya, bahasa menjadi salah satu faktor keberhasilan implementasi kebijakan dan pembangunan,” ucapnya.
Peran penting bahasa sebagai perekat sudah terbukti sejak masa kemunculan agama Islam di tengah masyarakat Arab yang pada saat itu masih tribal dan terjadi peperangan antar-suku. Dengan konsep ummah, imarah, amirul mukminin dan ukhuwah, Islam mampu menyatukan masyarakat Arab.
Fungsi bahasa itulah yang menjadi mantra dalam pembangunan desa yang dilakukan Gus Halim. Baginya, visi dan misi pembangunan tidak mungkin dipahami dengan baik oleh masyarakat, jika tidak dibahasakan dengan baik. Kinerja pembangunan desa harus ditopang konstruksi bahasa yang positif, solutif dan integratif.
Pada kesempatan itu, pria kelahiran Jombang itu mengemukakan tiga produksi wacana dari pendekatan etnopragmakritis bahasa dalam pembangunan desa. Tiga wacana yang dimaksud sebagai berikut.
Pertama, holopis kuntul baris: bahasa optimisme gotong royong desa, yakni gagasan dan mampu menjadi semacam mantra mendukung padat karya tunai desa, dan berdampak pada penyerapan lebih banyak tenaga kerja.
Kedua, percaya desa, desa bisa: ia menitik beratkan pentingnya wacana ini (urgensi wacana) karena diskursus bahasa merupakan simbol, lambang, dan instrumen untuk membangkitkan masyarakat desa dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki.
“Desa harus menjadi “fa’il” (subjek) bukan “maf'ul” (objek) keberhasilan wacana ini berdampak pula pada kemajuan perkembangan desa, karena tahun ini desa mandiri, maju, dan berkembang meningkat sedangkan desa tertinggal dan sangat tertinggal berkurang” jelasnya.
Ketiga, wacana SDGs Desa: wacana ketiga ini merupakan diskursus baru dalam pendekatan pengembangan desa. Indonesia telah menjadi role model riset SDGs Desa. Agar SDGs desa bisa dikenal masyarakat, maka pemilihan bahasa dan ilustrasi harus bisa diselaraskan dengan kearifan dan budaya desa, sehingga lebih dekat dengan masyarakat.
Keberhasilan tiga wacana tersebut dipengaruhi bahasa yang telah disesuaikan dengan kebudayaan setempat sehingga masyarakat memahami wacana yang disampaikan. “Tentunya secara teoritis ini memberikan perspektif baru terhadap kajian ilmu bahasa, pengembangan masyarakat, dan lingkungan,” tambahnya.
Sebagai informasi, UNESA menganugerahkan gelar profesor kehormatan di bidang ilmu sosiolinguistik kepada Menteri Desa Abdul Halim Iskandar dalam Rapat Senat Terbuka di Graha UNESA (16/9/2023). Kegiatan ini dihadiri jajaran wakil ketua MPR-RI, DPR-RI, Kementerian Ketenagakerjaan, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota se Jawa Timur dan tamu undangan lain serta pejabat selingkung UNESA.[*]
***
Reporter: Muhammad Azhar Adi Mas’ud/M. Dian Purnama
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas
Share It On: