Novel Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, misalnya, mencerminkan keinginan besar tokoh-tokoh pribumi untuk merdeka dari penjajahan Belanda, diwarnai cinta antara tokoh wanita Minke dan tokoh wanita Annelis. Cerita rakyat Damarwulan, contoh lain, menggambarkan keinginan Menak Jinggo untuk memberotak terhadap Ratu Kencana Wungu, diwarnai dengan kisah cinta antara Damarwulan dengan Anjasmara, putri Patih Logender. Fiksi juga sering diwarnai oleh keinginan jahat pahlawan-pahlawan palsu, seperti misalnya dua saudara kembar Layang Seto dan Layang Kumitir dengan tipuan-tipuan mautnya kepada Damarwulan. "Pola itu hampir ada dalam semua fiksi Indonesia," ujar penulis novel Olenka itu.
Struktur fiksi tradisi Indonesia merupakan siklus keseimbangan antara kedamaian dan kekacauan, seperti yang tampak dalam kisah-kisah Si Kancil, dan pertarungan yang tidak akan habis antara Arjuna dan Cakil. "Fiksi yang baik pasti berisi dua komponen penting, yaitu keinginan besar dan cinta," tambahnya.
Itulah paparan yang disampaikan pada Sabtu, 22 Maret 2014 bersama pembicara dari Inggris, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Acara diselenggarakan oleh Jurusan Bahasa Inggris, FBS, Unesa. "Acara tidak hanya seminar saja tetapi peserta berlokakarya menulis," ujar Dr. Slamet Setiawan, ketua Jurusan Bahasa Inggris Unesa. (yy/syt)
Share It On: