Kualitas dan Popularitas Harus Berimbang KETINTANG. Berbicara tentang selebritis yang selalu identik dengan artis, rasanya tidak akan ada habisnya. Banyak yang bisa dibicarakan berkaitan dengan itu, mulai dari kehidupan sehari-harinya, pacar, skandal, ataupun seputar aktivitas yang dijalaninya. Namun bagaimana jika artis dihubungkan dengan politik yang sekarang ini menjadi fenomena yang sedang gencar diperbincangkan publik. Hal itu seperti yang dikatakan Guru Besar Hukum Unair. Di sisi lain, Aulia Singa Zanki, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (BEM Unesa), berpendapat bahwa lebih baik membahas gerakan mahasiswa yang katanya juga merupakan selebritis atau artis mengalami stagnan. Obrolan bertajuk Kiprah Selebritas dalam Demokrasi Nasional Menyajikan Kualitas atau menjual Popularitas , yang diadakan BEM FIS ini diadakan tanggal 27 November 2010, di Gedung I6 Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, banyak artis yang duduk dalam pemerintahan, baik sebagai badan legislatif, walikota, bupati, gubernur, dan sebagainya. Warna perlu ada , kata Ruhut Sitompul, salah satu pembicara. Meski dalam praktiknya ada yang basic-nya memang dari politik atau hukum, bahkan bergelar magister, ada pula yang hanya asal-asalan dengan memanfaatkan kepopularitasannya demi menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan, namun tak dapat dipungkiri bahwa keikutsertaan mereka memberikan warna tersendiri dalam dunia politik. Itulah demokrasi, setiap warga negara, tanpa terkecuali, berhak untuk duduk dalam pemerintahan dan kita juga tidak bisa menutup mata bahwa kenyataannya popularitas itu memang perlu asal dia bisa diatur. Bagi Bang Poltak, begitu panggilan akrabnya, Saya bersyukur bisa me-manage popularitas saya , tambahnya. Sementara itu, Prof. Dr. M. Zaidun, Guru Besar Hukum Unair mengatakan bahwa yang dimaksud selebritis bukan hanya artis, tapi juga para akademisi atau intelektual yang ahli di bidangnya karena selebritis berarti orang yang dikenal. Hal itu ditandai dengan hadirnya wajah mereka yang hampir tak pernah luput dari pemberitaan media dan itulah yang mesti menjadi pemahaman bagi kita untuk netral melihat fenomena ini. Terhadap hal itu juga Prof. Zaidun menyampaikan dua hal penting. Pertama, tidak semua selebritis begitu karena mereka memang memiliki kompetensi. Kedua, kalaupun ada, baik karena dipercaya atau karena popularitasnya, ia disukai masyarakat. Jadi, antara kualitas dan popularitas harus berimbang. Dengan kualitas saja pun belum tentu bisa membuat seseorang bisa menduduki jabatan dalam pemerintahan karena keduanya penting dan memang perlu ada. [Rizka Amalia-Moch. Ali Mashuri_Humas]