www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Hari Sumpah Pemuda serentak dirayakan di seluruh penjuru tanah air pada 28 Oktober 2022. Peringatan ini di lembaga pemerintahan maupun swasta dimulai dengan upacara bendera lalu dirangkai dengan kegiatan seperti diskusi, FGD, seminar dan aksi sosial.
Tentu, selain seremonial, peran penting generasi muda perlu didorong dan diperkuat dalam menentukan perjalanan bangsa dan negara ke depan. “Masa depan bangsa ini dalam lima, sepuluh, bahkan dua puluh tahun ke depan ada di tangan anak-anak muda sekarang,” tukas Imam Pasu Marganda Hadiarto Purba, MH., dosen FISH UNESA.
Dia menambahkan, Sumpah Pemuda tidak boleh dijadikan sebatas seremonial, tetapi benar-benar menjadi momentum untuk merefleksikan eksistensi dan peran generasi pemuda Indonesia dulu, kini dan nanti.
Memang, ada banyak anak-anak muda yang peduli dan punya kontribusi terhadap bangsa dan negara. Namun, masih banyak pula anak-anak muda yang memilih diam tidak bertindak, utamanya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat atau rakyat.
Menurutnya, generasi muda sekarang banyak yang ‘memilih’ menjadi silent majority. Dengan kata lain, lebih memilih acuh tak acuh terhadap berbagai kondisi bangsa Indonesia, baik di dunia daring maupun luring.
“Ketika ada oknum yang mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa. Ketika ada kelompok minoritas yang dipersekusi, protes pembangunan rumah ibadah, oknum yang memakan uang negara dan rakyat dan berbagai kasus lainnya, masa harus diam. Yang muda bangunlah, bersuara dan bergeraklah,” ajaknya.
Menurut Imam, perjalanan bangsa ini tidak boleh sepi dari suara dan aspirasi generasi muda, karena, bangsa ini ke depan akan diwariskan kepada mereka dan nasib bangsa ini ke depan ada di pundak mereka.
Pada momentum ini, dia mengajak anak-anak muda untuk peduli terhadap berbagai persoalan. Anak muda harus memahami perkembangan bangsa ini sekarang dan memahami ke mana bangsa ini akan diarahkan. Untuk bersuara dan bergerak bisa dengan berbagai cara, bisa dengan demonstrasi, bisa dengan karya-karya inovatif, atau paling tidak berkomentar atau bersuara di media sosial.
Imam paham betul, suara anak-anak muda yang cenderung kritis dan idealis akan memicu reaksi dari ‘penguasa’ dan mereka kerap berhadapan dengan barisan pendukung penguasa. Namun, ini tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak bersuara. Justru pembungkaman dan sebagainya harus menjadi pemantik dalam menyuarakan aspirasi.
Anak-anak muda harus belajar dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang setiap nadinya diisi oleh darah dan perjuangan anak-anak muda. Kelompok muda menjadi mesin perlawanan dan mesin kemerdekaan bangsa Indonesia kala itu.
“Jangan kira Soekarno, Soepomo, Muh. Yamin, Agus Salim dan lain-lain saat mudanya dulu tidak ditentang atau dibungkam. Mereka dikejar bahkan karena menyuarakan kebenaran. Namun, mereka memilih jalan itu sehingga kita bisa menikmati hasil lewat warisan perjuangan mereka,” ucapnya.
Ketua BEM UNESA, Dwi Ardiansyah, menyatakan bahwa sudah saatnya anak-anak bangsa Indonesia mengambil peran penting dalam berbagai posisinya masing-masing. Generasi muda harus menjadi garda depan yang menyatukan dan mempersatukan semangat untuk memperkuat negara Indonesia. "Kita yang muda harus bergerak dan berkarya. Tanpa itu apalah artinya masa muda," tukasnya.
Antar organisasi mahasiswa atau pemuda perlu memperkuat sinergi dan kolaborasi seperti aliansi di tataran BEM kampus di level kota, provinsi bahkan hingga ke level nasional. Sinergi ini harus jelas dan punya arah sesuai cita-cita yang diharapkan bersama. "Ini hanya akan tercapai kalau kita singkirkan ego sektoral dan mulai gotong royong melakukan aksi nyata untuk Indonesia yang lebih sejahtera dan maju," katanya. [HUMAS UNESA]
Penulis: Riska Umami/Fionna Ayu Shabrina
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Tirto.id
Share It On: