Pimpinan FEB UNESA, Ketua Komisi II DPR RI, Ketua IKA FEB UNESA, perwakilan Bawaslu dan KPU Jatim dalam diskusi publik yang berlangsung di UNESA Kampus 1 Ketintang.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Dalam rangka penguatan ekosistem ekonomi politik yang sehat dan bermartabat, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menyelenggarakan diskusi publik tentang urgensi omnibus law politik di Gedung G6 FEB UNESA pada 1 Desember 2024.
Diskusi publik ini diselenggarakan BEM FEB UNESA dan IKA FEB UNESA bekerja sama dengan Komisi II DPR RI bidang pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, aparatur negara dan reformasi birokrasi, kepemiluan, pertahanan dan reformasi agrarian.
Acara yang dibuka dekan FEB UNESA, Anang Kistyanto dihadiri Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda; dan Ketua IKA FEB UNESA Adam Rusydi, beserta jajaran pengurus lainnya, perwakilan Bawaslu dan KPU di Jawa Timur, serta dosen dan mahasiswa FEB UNESA.
Dalam sambutannya, Anang Kistyanto menyampaikan bahwa terjadi pergeseran constituent behavior pada pilkada serentak 2024 yang mana sembako, bansos dan uang menjadi determinan dalam menentukan pilihan politiknya dan berangkat ke TPS.
Fenomena sosial ini, lanjutnya, menarik untuk dikaji lebih lanjut serta mengharapkan mahasiswa sebagai agent of change dan dosen yang memiliki tugas pengabdian kepada masyarakat untuk mengedukasi dalam menentukan pilihan politik yang objektif, cerdas, rasional dan sehat.
Dekan FEB Anang Kistyanto (kiri) bersama Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda (kanan).
Dalam sesi diskusi, Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan bahwa Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Pilkada, dan Undang-Undang Partai Politik saat ini terpisah, sehingga menciptakan tumpang tindih aturan dan fragmentasi regulasi.
“Ketidakpastian hukum dalam sengketa pemilu dan pilkada perlu adanya penyederhanaan dan harmonisasi regulasi politik yaitu penyatuan aturan melalui kodifikasi satu naskah untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, stabilitas politik dan memperkuat partisipasi politik Masyarakat”. Ungkapnya.
Lebih lanjut Ketua Komisi II DPR RI ini menekankan, penyusunan UU tersebut dimaksudkan agar memberikan kepastian hukum serta membuat sistem politik dan pemilu di tanah air tidak merugikan banyak pihak. Namun dalam implementasi omnibus law terdapat berbagai tantangan.
“Tantangan implementasi omnibus law politik akan bergantung pada keterlibatan publik dalam proses penyusunan UU yang inklusif dan transparan, harmonisasi aturan yang sesuai dengan kebutuhan sistem politik nasional, dan komitmen pemerintah dan DPR untuk menyelesaikan tepat waktu dan berbasis kepentingan rakyat,” bebernya.
Dia menambahkan, forum diskusi publik ini merupakan solusi strategis untuk menciptakan sistem politik yang terintegrasi dan efisien. Konsolidasi UU menjadi satu naskah memberikan kepastian hukum dan harmonisasi regulasi.
“Adanya dukungan dari seluruh mitra dan elemen bangsa yaitu DPR, pemerintah, masyarakat sipil dan akademisi menjadi kunci terpenting dalam kesuksesan penyusunan undang-undang Omnibus Law Politik,” tutupnya.[*]
***
Penulis dan dokumentasi: Tim FEB UNESA
Share It On: