www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak lepas dari pengaruh globalisasi, glokalisasi dan grobalisasi. Hal itu diungkapkan Dosen PG PAUD Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada 2 Mei 2022. Tiga hal tersebut erat kaitannya dengan permasalahan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat.
Menurutnya, globalisasi merupakan proses transformasi waktu dan tempat di berbagai belahan dunia menjadi lebih dekat dan seakan tak berjarak. Globalisasi merupakan dampak dari modernisasi dengan meningkatnya teknologi internet. Selain dapat mendekatkan jarak, tetapi juga memunculkan nilai-nilai lokal sebagai identitas sosial dalam interaksi global.
“Globalisasi yang bersifat universal telah mengarahkan kita pada identitas lokal sehingga muncul yang biasa kita disebut dengan glokalisasi,” ucapnya.
Ia memaparkan, ada beberapa bentuk globalisasi pada pendidikan Indonesia; 1) adanya kurikulum Cambridge atau Cambridge internasional dengan tujuan untuk menciptakan generasi yang siap bersaing dalam percaturan global. 2) metode montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak yang berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini banyak diterapkan di Indonesia terutama pada jenjang prasekolah dan sekolah dasar.
Kemudian, 3) kemudahan dalam mengakses informasi pendidikan. Buku-buku elektronik atau e-book sekarang bisa diunduh dan langsung dibaca tanpa harus mencetaknya terlebih dahulu, sehingga bisa menghemat pemakaian kertas. Dan, 4) meningkatnya kualitas pendidikan, akibat dari pesatnya arus globalisasi, metode pembelajaran yang awalnya bersifat sederhana kini berubah menjadi metode pendidikan berbasis teknologi. Kemajuan teknologi yang semakin canggih ternyata memberi dampak positif bagi peningkatan kualitas pendidikan.
“Globalisasi bukan tanpa risiko, jika tidak direspons dengan bijak, bisa membuat lembaga pendidikan di Indonesia tercerabut dari akar tradisi kita sendiri dan membuat kita kehilangan jatidiri,” terang perempuan yang juga pemerhati pendidikan itu.
Berbeda dengan yang pertama, glokalisasi menekankan pada percampuran budaya sebagai akibat dari globalisasi dan produksi yang tidak bisa direduksi secara dikotomi sebagai budaya lokal dan global. Glokalisasi hadir untuk menciptakan penyatuan antara budaya global dan budaya lokal untuk mengatasi homogenisasi.
Unsur-unsur penting dalam sebuah glokalisasi yakni adanya pengakuan akan pluralitas masyarakat; adanya pengakuan akan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat; adanya keterkaitan antarelemen masyarakat; dan adanya pengakuan akan terciptanya komoditas dari masyarakat sebagaimana yang dikemukakan salah satu pakar, Robetson. Globalisasi dan glokalisasi diharapkan dapat berjalan beriringan untuk tetap bisa mewujudkan rasionalitas dalam kehidupan masyarakat modern.
Bentuk glokalisasi dapat dilihat dari penerapan kurikulum Cambridge di sekolah dasar. Kasus di Indonesia tidak hanya menggunakan tersebut, tetapi tetap menggunakan kurikulum 2013 dengan mengutamakan budaya. Kemudian, juga ada transformasi pondok pesantren sebagai lembaga khas pendidikan Islam yang ada di Indonesia menjadi pondok modern. “Selain itu juga dapat dilihat banyak lembaga pendidikan yang berbondong-bondong mengajukan akreditasi internasional,” katanya.
Ia melanjutkan, grobalisasi merupakan ‘ambisi imperialistik’ negara, perusahaan, organisasi, dan sejenisnya untuk memaksakan produknya di berbagai wilayah geografis sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer. Proses ini bertujuan untuk membanjiri masyarakat lokal, dan tujuan akhirnya adalah untuk melihat keuntungan tumbuh melalui homogenisasi sepihak, sehingga mendapatkan “grobalisasi”.
Di tengah tiga ‘arus’ tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk pendidikan, di antaranya; pertama, meningkatkan kualitas pendidik. Pendidikan nasional harus memperhatikan perkembangan yang terjadi secara internasional. Maka kajian kompetensi guru harus meliputi beberapa kompetensi, diantaranya: a) Pendidik mempunyai komitmen terhadap peserta didik. b) Pendidik menguasai materi pembelajaran. c) Pendidik bertanggung jawab dalam mengelola dan memonitoring belajar peserta didik.
Kedua, pembentukan atau perubahan sikap atau nilai. Untuk mengantisipasi masa depan yang bersifat global dan arus informasi yang cepat, maka tugas pendidik yang utama adalah pembentukan nilai dan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang mendasari kepribadian Indonesia. Ketiga, pengembangan sarana pendidikan. Keempat, pengembangan kebudayaan. Kelima, difusi dalam sistem pendidikan. [Humas UNESA]
Penulis: Kartika Rinakit Adhe, S.Pd., M.Pd., dan Saduran Tim Humas
Editor: @zam*
foto : Foto oleh Artem Podrez dari Pexels
Share It On: