Mahasiswa Psilologi, Bimbingan dan Konseling, serta PGSD FIP 19/05/11 dengan tertetib mengikuti mimbar ilmiyah yang saat itu di arahkan langsung Oleh Bapak Drs. Sujarwanto, M. Pd. Kali ini dengan mengangkat tema utama Attetion Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) acara tersebut dipimpin langsung oleh Dr. Djadja Rahardja, M.Ed. dari UPI Bandung.
Kuliah umum yang dilaksanakan di auditorium FIP ini berlangsung kurang lebih selama 3 jam dengan memfokuskan pada pembahasan ADHD, sebelum itu apas sih ADHD? ADHD merupakan Suatu kondisi dari adanya kurang perhatian dan atau hiperaktif impulsif yang sering muncul dan berat dibandingkan dengan individu-individu yang ada pada tingkat usia perkembangannya. Dalam pembahasan ADHD ini Dr. Djadja menerangkan mengapa terjadinya ADHD yaitu: Disfungsi Neurologis: 1.Adanya ketidak seimbangan kimia di dalam otak/neurotransmitter dopamine (mengontrol aktifitas dan perhatian), 2.Frontal lobes (mengontrol executive functions), basal ganglia (mengontrol dan mengkoordinasi perilaku gerak), dan cerebellum, menunjukan adanya abnormalitas. Selain itu faktor ke dua Faktor keturunan: 1.Faktor keturunan dipercaya memiliki presentase yang tinggi dalam perilaku hiperaktif-impulsif (Barkley, 1998). 2.Anak-anak yang memiliki ADHD dua sampai delapan kali lebih kemungkinannya mempunyai orang tua yang menunjukkan ADHD (Faraone & Doyle, 2001). Faktor ke 3 ialah Faktor lingkungan: 1.Kecelakaan yang terjadi baik pre-, peri-, dan postnatal, 2.Ibu yang kecanduan alkohol atau rokok, keracunan, berat badan yang rendah waktu lahir, dan prematur, 3.Terlalu banyak/terlalu sedikit gula, zat additif/pewarna makanan, cahaya kilat, pengasuhan yang jelek, dan terlalu banyak nonton televisi.
Selama ini kesalahan masih banyak terjadi kesalahan dalam memberikan penanganan yang seharusnya terhadap anak ADHD. Menurut Dr. Djadja masih ada sedikit kekurangan dalam memberikan perlakuan yang semestinya terhada anak ADHD, diantaranya dari lingkungan yang mendukung dalam hal ini sekolah pada umumnya hanya memberi intervensi kepada siswa namun saat ini yang seharusnya mendapat intervensi selain siswa ialah orangtua siswa ADHD tersebut, karena ketika siswa di sekolah dia mendapat perlakuan berbeda tentunya dirumah pun seharusnya orangtua memberikan perlakuan sama agar tidak terjadi pergeseran dalam menangani anak ADHD.
Dr. Djadja juga mengungkapkan bahwa sebagai contoh selama di jepang beliau mempelajari banyak hal terutama pendidikan inklusi yang ada di jepang. Pendidikan di jepang sangat berperan sangat luas, tidak sekedar hanya memberikan pendidikan di dalam kelas, namun juga mencakup segala aspek diluar sekolah yang berhubungan dengan bagaimana nanti anak ADHD harus diarahkan lebih jauh.
Melihat bahwa keaneragaman peserta didik yang ada saat ini dilapangan itulah yang menjadi tujuan dari matakuliah Ortopedagogik ini, untuk membekali mahasiswa ketika nantinya berada di lingkungan atau instansi pendidikan yang didalamnya terdapat sebagian siswa ABK maka diharapkan mereka sudah memiliki wawasan tentang sebagian kecil dari karakteristik anak ABK khususnya ADHD. [Sigit Widodo-Humas Unesa]
Share It On: