Vape merupakan rokok elektrik yang banyak digandrungi kalangan muda. Di balik daya tarik aroma dengan sensasinya itu menyimpang risiko yang mengancam kesehatan. (Foto: Haiberliu/Pixabay).
Unesa.ac.id, SURABAYA--Diabetes atau kencing manis merupakan penyakit dengan kasus terbanyak ketiga di Indonesia setelah stroke dan jantung. Diabetes kini tidak hanya menyerang orang tua, tetapi juga terjadi pada siapa saja, termasuk kalangan muda seperti mahasiswa.
Diabetes di antaranya disebabkan gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi gula berlebih. Menurut dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Negeri Surabaya (UNESA), dr. Rahmantio Adi, Sp.PD, penyakit kronis tersebut ternyata juga bisa disebabkan kebiasaan 'ngevape' (rokok elektrik).
Menurutnya, vape mengandung berbagai zat yang dapat memengaruhi metabolisme tubuh seperti nikotin, karsinogenik, dan masih banyak kandungan berbahaya lainnya. Kendati tidak memiliki kandungan TAR atau residu tembakau seperti karbon monoksida, tetapi vape memiliki bahan kimia lain dari penguapan.
"Kandungan bahaya dari vape itu akan menyebabkan lemak darah menjadi toxic, sehingga mengganggu regulasi kerja insulin dalam mengatur gula darah," jelasnya.
Sama halnya rokok pada umumnya, penggunaan vape berisiko menyebabkan lonjakan kadar gula darah. Ia menganalogikan vape dan rokok biasa itu seperti lampu dan lilin yang sama-sama untuk penerangan, hanya saja berbeda penggunaannya.
Selain itu, kandungan berbahaya dari cairan vape juga dapat menyebabkan resistensi insulin. Ketika tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin, hormon yang bertanggung jawab mengatur kadar gula darah, yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah secara signifikan.
Resistensi insulin merupakan salah satu faktor kunci dalam perkembangan diabetes tipe 2, yang kini kasusnya sering ditemukan pada remaja. Lebih lanjut, bahan kimia lain dalam uap vape dapat menyebabkan peradangan dan stres oksidatif dalam tubuh.
Kedua kondisi ini, dapat merusak sistem metabolisme glukosa, sehingga tubuh kesulitan mengendalikan kadar gula darah. "Efek ini dapat memperburuk risiko diabetes, terutama bagi mahasiswa yang sudah memiliki pola makan dan gaya hidup yang kurang sehat," terangnya.
Dokter spesialis penyakit dalam itu juga menekankan pentingnya mahasiswa untuk mengenali tanda-tanda awal diabetes. Gejala diabetes sering kali muncul secara perlahan dan tidak disadari, sehingga banyak orang yang baru mengetahui kondisinya ketika sudah berkembang menjadi lebih serius.
Beberapa tanda yang perlu diwaspadai meliputi sering merasa haus berlebihan (polidipsi), sering buang air kecil (poliuria), kelelahan yang tidak wajar, serta penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Selain itu, luka yang sulit sembuh dan penglihatan kabur juga bisa menjadi sinyal bahwa tubuh sedang mengalami gangguan metabolisme gula.
"Jika gejala diabetes ini diabaikan dan kondisi tidak segera ditangani, dampaknya dapat menjadi serius hingga berisiko memicu komplikasi jangka panjang," beber dokter Tio tersebut.
Untuk mencegah risiko diabetes, dosen kelahiran Kota Pahlawan itu menyarankan mahasiswa untuk menghindari kebiasaan tersebut sedini mungkin. Mahasiswa yang sudah menggunakan vape sebaiknya mulai mengurangi frekuensinya, atau lebih baik berhenti sama sekali untuk mencegah kerusakan metabolisme yang dapat berujung pada diabetes.
Selain itu, menjaga pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan seimbang, rutin berolahraga, dan memantau kadar gula darah secara berkala juga penting untuk mencegah risiko diabetes. Lebih baik mencegah, daripada mengobati.[]
***
Reporter: Mohammad Dian Purnama (FMIPA)
Editor: @zam*
Foto: Haiberliu/Pixabay
Share It On: