www.unesa.ac.id
Dr. Danang Tandyonomanu, M.Si yang juga Kaprodi Ilmu Komunikasi Unesa dalam sambutannya mengatakan bahwa Kofie.com merupakan komunitas film dibawah naungan Himaprodi Ilmu Komunikasi, dimana anggotanya terdiri dari mahasiswa yang memiliki minat dan bakat di bidang perfilman. Gagasan untuk melatih anak-anak di kampung Dolly ternyata didukung oleh Kemdikbud sebagai salah satu kegiatan untuk mengedukasi anak-anak putus sekolah, agar mereka bisa berkarya, salah satunya dengan membuat film. Sekitar 35 anak dan remaja di Kampung Dolly menerima pelatihan dasar-dasar pembuatan film pendek mulai dari cara hunting ide, cara mengemas ide di dalam bentuk cerita hingga cara menurunkan cerita itu menjadi kemasan visual di lapangan.
Sebagai pemateri dan pembimbing, disampaikan langsung oleh Wimar Herdanto, sang juara festival film 2018 juga dibantu oleh anggota Kofie.com Unesa. “Kita mengajari mereka cara membuat film hanya menggunakan hand phone,” ujar Wimar. Setelah mendapat materi awal itu, lalu mereka dibagi ke dalam empat kelompok. Masing-masing kelompok membuat cerita tentang Dolly, kampung mereka. Nah, cerita itu menjadi bahan pembuatan film. Tema filmnya adalah tentang mimpi mereka atau kampung mereka di masa depan. “Mereka mau maju, mereka mau berubah dan apa mimpi mereka, itu yang ingin kita eksplor lewat tema itu” ujar Nova Christanty, Ketua Kofie.Com.
Dari narasi film yang mereka buat mengisahkan tentang perjuangan mereka sendiri yang berangkat dari kekelaman hidup melawan persepsi publik tentang Dolly saat itu. Mereka ingin berkarya dan mandiri seperti anak-anak kampung lainnya. Selain itu, warga Dolly ingin merubah persepsi orang tentang kampung Dolly yang dikenal negatif menjadi kampung yang dikenal karena karya dan prestasi generasinya. Beberapa narasi yang dibuat, salah satunya dari kelompok kedua yang mengisahkan tentang seorang anak laki-laki yang terjebak dalam pergaulan bebas. Juga tentang satu anak perempuan yang harus berhenti sekolah dan terpaksa terlibat dalam usaha prostitusi orang tuanya. Namun ketika kampung itu ditutup, dua anak itu ingin berubah dan lantas mengawalinya dengan menjadi santri di salah satu Pondok Pesantren. Narasi tersebut akan dibuat menjadi film pendek berdurasi lima menit dengan setting pengambilan gambar di Gang Dolly. Film tersebut, selain menjadi dokumentasi karya mereka, juga akan menjadi bahan publikasi bahwa Dolly sudah jauh berbeda dengan yang dikenal dulu. Kini menjadi kampung kreatif dan inovatif. “Anak-Anak ini ke depan, diupayakan untuk terus dibina agar mereka benar-benar punya keterampilan dalam pembuatan film,” ujar Suci Ayatullah, Ketua Panitia Kegiatan tersebut yang juga mahasiswi Ilmu Komunikasi Unesa. (vin/why)
Share It On: