Prof Peter Furth, dari Universitas Northeastern Amerika Serikat, menyampaikan materi dalam konferensi internasional perdana Fakultas Vokasi UNESA yang dihadiri 150 peserta, pemakala dari berbagai negara.
Unesa.ac.id, SURABAYA—Fakultas Vokasi Universitas Negeri Surabaya menghelat International Conference on Applied Science and Vocational Innovation (ICASVI) pada Sabtu-Minggu, 10-11, Agustus 2024) di Ballroom Hotel Morazen, Surabaya. Kegiatan ini merupakan konferensi internasional pertama setelah vokasi bertransformasi menjadi fakultas.
Tahun perdananya ini, ICASVI mengusung tema “Bridging Green Digital Excellence through Environmental Responsibility in Higher Education.” ICASVI 2024 menghadirkan sejumlah pakar, di antaranya; Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D., dari Akademisi Inovasi Indonesia (AII); dan Prof. Thomas Koehler dari Technische Universitat Dresden Jerman.
Selanjutnya, ada Assoc. Prof. Qiaoling Huang dari Universitas Xiamen China; Prof. Peter Furth dari Universitas Northeastern Amerika Serikat; dan Dr. Violeta Schubert dari Universitas Melbourne Australia. Mereka membahas perspektif SDGs dari sisi manajemen lingkungan, hingga kajian sosial humaniora.
Bambang Sigit Widodo, Wakil Rektor III Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi dan Science Center UNESA, mengatakan diskusi internasional ini sangat kredibel. Saat ini berkembang pesat inovasi teknologi dan lingkungan.
Penting bagi perguruan tinggi untuk terus bersinergi antar berbagai bidang untuk mewujudkan masa depan yang berkelanjutan. Tidak lupa dia mengucapkan selamat kepada jajaran pimpinan vokasi yang telah sukses menyelenggarakan konferensi internasional pertama ini. “Institusi pendidikan tinggi memiliki posisi yang kuat untuk memimpin transformasi SDGs dengan prinsip dan tanggung jawab melalui kemajuan digital,” ujarnya.
Guru besar dari German, Prof. Thomas Koehler, menyampaikan materinya secara luring dalam ICASVI Fakultas Vokasi UNESA.
Pada sesi materi, Wikan Sakarinto membahas tentang implementasi pengajaran berkelanjutan Teaching factory (TEFA) dan pembelajaran berbasis proyek atau PjBL dalam kurikulum pendidikan tinggi.
Teaching factory merupakan konsep pendidikan yang terintegrasi dari praktik industri dengan pembelajaran di kelas. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pengalaman langsung dalam proses produksi atau pengembangan produk. Tujuannya adalah untuk memperkecil kesenjangan antara teori dan praktik yang melibatkan siswa kepada keterampilan praktis yang relevan dengan kebutuhan industri.
Adapun PjBL merupakan suatu metode pembelajaran di mana siswa bekerja pada proyek yang kompleks dan realistis dalam periode tertentu. Siswa tidak hanya belajar, tetapi juga menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks dunia nyata melalui proyek yang memerlukan riset, perencanaan, dan penyelesaian masalah.
Wikan menyebut, ketika keduanya digabungkan, siswa tidak hanya belajar teori dan keterampilan praktis di lingkungan yang mirip dengan industri, tetapi juga menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka secara langsung.
“Tentu harapan kami siswa dapat merasakan langsung tantangan di dunia industri, serta mengembangkan keterampilan yang diperlukan supaya sukses di dunia kerja,” ucapnya.
Dia menambahkan, vokasi perlu mengembangkan teaching factory, pembelajaran berbasis proyek, inovasi dalam pendidikan. Dia menegaskan, pembelajaran seperti itu dapat mengembangkan kreatif, produktif dengan soft skill, karakter, sikap, sumber daya manusia yang kuat.
Pimpinan UNESA dan pimpinan Fakultas Vokasi bersama para narasumber ICASVI.
Target utama dari teaching factory bukan hanya produk dan pendapatan saja yang berpengaruh, dan yang paling penting yaitu teaching factory akan melatih para siswa dengan melakukan pengalaman nyata. Merasakan kegagalan yang hilang dalam mencari keuntungan itulah arti pendidikan sebenarnya.
“Cara terbaik untuk belajar adalah dengan mengalaminya. Itulah filosofi utama dari teaching factory yang harus berupa produk nyata, pelanggan atau pengguna nyata, pasar nyata, target nyata, kerja tim nyata. Kita dapat menetapkan tolok ukur untuk mengintegrasikan tanggung jawab lingkungan ke dalam struktur keunggulan digital dalam pendidikan tinggi,” tandasnya.
Dekan Fakultas Vokasi, Suprapto, mengatakan bahwa sustainability atau keberlanjutan dapat dipraktikkan ke dalam semua disiplin ilmu. Sustainability mewarnai semua disiplin ilmu. Vokasi sebagai fakultas yang mempersiapkan lulusannya untuk terjun di dunia industri harus terus berinovasi termasuk dalam hal pembelajaran.
“Melalui teaching factory, dia berharap kegiatan pembelajaran berbasis industri nyata di masing-masing prodi vokasi bisa lebih baik lagi,” ucapnya. Kegiatan tersebut diikuti oleh 150 orang yang meliputi pemakalah, peserta, dan jajaran panitia selingkung fakultas vokasi.[]
***
Reporter: Fionna Ayu Shabrina (FMIPA)
Editor: @zam*
Foto: Tim HUMAS UNESA
Share It On: