Khusus untuk acara yang mempertemukan para alumni mulai angkatan 1961-2011, Putu Wijaya menampilkan monolognya berjudul Bahasa Indonesia. Diceritakan seorang anak bernama Taksu, ia bersekolah dan ketika menjelang ujian, orang tuanya berharap bahwa Taksu mendapat nilai yang bagus. Orang tuanya berharap jangan sampai sejarah berulang. Sementara itu menjelang ujian, Taksu malah membaca buku roman, puisi, dan buku kesastraan lainnya tanpa membaca atau belajar buku pelajaran pada umumnya untuk ujian. Tidak disangka, hasilnya sangat bagus. Bahkan Taksu mendapat predikat sebagai anak jenius karena dia mendapatkan angka 10 untuk tiap mata pelajaran yang diujikan. Karena itu, Taksu mendapat tawaran dari berbagai sekolah yang bagus dan juga berwawasan internasional. Namun, apa yang terjadi. Taksu malah menolak semua tawaran itu karena suatu alasan. Taksu tidak mau menerima tawaran itu karena dalam sekolah yang ditawarkan padanya tidak diajarkan Bahasa Indonesia.
Selain itu, hadir juga, Prof. Dr. Kisyani, M. Hum, (Rektor Pembantu I), Sirikit Syah, para dosen, dan para alumni JBSI. Guntur alumni JBSI yang kini menjadi editor di Jawa Pos menyampaikan keinginannya agar mahasiswa JBSI yang belum dan sudah lulus, diberikan ruang yang lebih untuk berkarya bukan hanya dalam lingkup kampus tetapi juga di luar kampus. Diharapkan dari hal itu, mereka dapat memiliki inisiatif untuk menciptakan peluangnya sendiri dalam usaha dan bidang yang diminatinya. Dengan demikian sesuai dengan tema "Bertemu, Bersahabat, dan Berkarya", telah terwujudlah harapan dari panitia acara yang diwakili Mubasyir Aidi, Ketua Pelaksana acara bahwa acara tersebut menjadi ajang silaturahim dan wahana berkarya bersama JBSI. (Rizka Amalia_Humas Unesa)
Share It On: