Besar tantangan setiap orang tua dalam melawan teknologi yang sudah mengitari anak-anak mereka. Tetapi hendaknya kita bisa memanfaatkan kecenderungan para digital natives untuk dapat mengimplementasikannya dalam pembiasaan literasi prasekolah. Ternyata anak-anak para petinggi Google sama sekali tidak diperkenalkan dengan gadget sampai mereka kelas tiga SMP. Ini menunjukkan bahwa disadari atau tidak, meskipun banyak manfaatnya, potensi gadget untuk merusak dan menghancurkan sel-sel otak sangat besar. Maksimal dua jam untuk anak-anak usia enam tahun ke bawah adalah batas aman anak bersentuhan dengan gadget setiap harinya. Hal itu disampaikan oleh Mukhzamilah, PhD dalam seminar penyambutan doktor baru dan pelepasan guru besar Fakultas Bahasa dan Seni Unesa, di Auditorium Leo Indrayana FBS, Lidah Wetan Surabaya, Rabu (20/1). Dalam kesempatan tersebut dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia itu memaparkan presentasi tentang Literasi Prasekolah yang didasarkan atas pengalaman dan penelitiannya selama studi S3 di Australia. Menurutnya, budaya literasi perlu ditanamkan kepada anak semenjak dini karena "Pada perkembangan otak manusia dikenal adanya istilah neoroplasticity. Artinya, hanya pada neuron-neuron yang digunakan atau neuron yang menyala bersamaan yang akan memperkuat sambungannya. Sedangnya yang tidak digunakan atau jarang digunakan, perlahan akan menghilang. Nah, di sinilah konsep literasi prasekolah menjawab gap penelitian yang ada," papar wanita kelahiran 1980 itu. Implementasi literasi prasekolah akan sangat bergantung pada peran orang tua dan guru di sekolah. "Ini kaitannya dengan bagaimana mengajarkan literasi kepada anak, kemudian cara pengajaran literasi anak digital age dengan penggabungan konsep digital natives, dan neuorsains. Digital natives adalah sebutan untuk generasi kelahiran setelah tahun 1990 dan terekspose dengan teknologi digital seperti handpone, gadget, dan lain-lain," sambung dosen yang juga ketua Kantor Urusan Internasional Unesa tersebut. (arm)