
www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id., SURABAYA—Ada banyak pengalaman yang berkesan yang dirasakan mahasiswa yang menjalani magang di berbagai daerah. Salah satunya seperti yang dirasakan Dewi Fatma Wati selama magang di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Provinsi Jawa Timur pada Januari-Mei 2023.
Mahasiswi prodi S-1 Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) terlibat dalam program Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang ada di Blitar. Fatma terlibat sebagai Community Organizer (CO) yang berfokus untuk mengadvokasi dan memenuhi kebutuhan anak yang berhadapan dengan hukum atau ABH.
ABH merupakan anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. ABH ini bisa berupa anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban hukum, dan anak sebagai saksi tindak pidana.
“Anak-anak ini awalnya seperti tidak mau dideketin, belum lagi mungkin mereka ada perasaan kurang diterima di lingkungannya atau apa. Tetapi dengan berbagai upaya lambat laun mereka mau juga," kata Fatma.
Adapun strategi pendekatan yang dia jalankan di lapangan yaitu dengan perlakuan dasar seperti menghargai keberadaan anak, mendengarkan untuk memahami persoalan anak, lalu memberikan pendampingan berupa layanan psikososial di LPKA.
"Saya dan tim terlibat mengadvokasi hak-hak ABH termasuk memberikan edukasi untuk orang tua mereka lewat sosialisasi atau serial meeting pola asuh positif. Di Blitar itu termasuk punya populasi orang tua ABH yang tinggi," kata Fatma.
Tugas Fatma di sana juga memastikan para orang tua bisa dekat secara emosional dan dekat secara nilai. Dengan kata lain, orang tua harus menjadi tempat yang nyaman bagi anak untuk bercerita dan meluapkan segala keluh-kesahnya di luar sana.
"Banyak sekali faktor yang membuat anak di luar sana terlibat dalam tindakan yang melawan hukum karena di rumah tidak baik-baik saja bagi mereka, bisa jadi tidak punya tempat cerita, tidak dianggap dan sebagainya," bebernya.
Karena itulah, edukasi intens terus dilakukan dengan menyasar orang tua. Selain gerakan kesadaran pola asuh dan advokasi, mereka juga menggandeng beberapa pihak instansi dan industri untuk memenuhi kebutuhan para ABH. Dari kerja sama ini mereka mendapat bantuan buku hingga suplemen kesehatan yang disalurkan ke LPKA. []
***
Penulis: Mohammad Dian Purnama
Editor: @zam Alasiah
Foto: Dokumentasi Dewi Fatma Wati
Share It On: