www.unesa.ac.id
Arinto Nugroho, SH, MH, Ketua Jurusan, dalam sambutannya, menekankan pentingnya untuk terus membangun dan menguatkan pelaksanaan hukum di Indonesia. Ia menyatakan tema yang dipilihnya yaitu apalah hukum tanpa moral berangkat dari keprihatinan dan diskusi antara akademisi di jurusannya terkait kian banyaknya kasus hukum di Indonesia.
“Banyak sekali pejabat yang terkena OTT dan diantara mereka adalah penegak hukum di Indonesia, ada juga anggota legislatif. Kita harus mempertanyakan, bahwa mereka adalah orang yang paham dengan hukum. Oleh karena itu kita berharap dalam diskusi ini kita akan mendiskusikannya tidak hanya dari sudut pandang hukum saja”, terangnya.
Diskusi tersebut mengarah pada pembangunan hukum yang harus terbuka pada berbagai sudut pandang. Noe misalnya, seorang budayawan, mendorong pembangunan hukum dimulai pada aspek manusia. Menurutnya, Hukum lahir dan dimulai dari manusia. Ketika dulu dimulai dari sistem etika yang kemudian dibukukan karena merupakan kesepakatan manusia dalam menjalankan kehidupan sosialnya.
“Maka untuk membangun hukum diperlukan intelektualitas. Perlu orang-orang berpengetahuan tinggi untuk menggali etika yang menjadikannya menjadi hukum yang tertulis”, terangnya.
Sementara Haidar Adam, menekankan para intelektual hukum meninggalkan ekslusifitas yang sering digambarkan dalam prinsip sui generis yaitu bahwa hukum itu dapat berdiri sendiri. Menurutnya, hal itu yang mengakibatkan terlalu monolitik terhadap ilmu hukum tanpa melihat ilmu yang lain padahal ilmu hukum itu sangat erat kaitannya dengan ilmu yang lain.
“Pembangunan hukum itu dapat kita mulai dari diri kita sendiri dan kita dapat berkolaborasi dengan bidang ilmu yang lain untuk memecahkan suatu masalah di masyarakat”, terangnya
Pikiran Haidar itu turut ditegaskan oleh Hananto Widodo. Ia menyebut para pelaku bidang hukum harus berpikir lebih terbuka.
“kebenaran bukan dibangun dari rasionalitas namun dibangun dari opini pada saat ini. Kita tidak hanya harus memiliki penguatan pada otak kiri namun harus diimbangi dengan otak kanan. Orang hukum kebanyakkan hanya melihat hasilnya tanpa prosesnya. Hukum bukan sesuatu yang sudah final tetapi dinamis dan berkiatan dengan kebutuhan masyarakat. Yang perlu kita pahami adalah setiap ada fenomena bagaimana kita bisa meresponnya”, terangnya (HumasUnesa)
Share It On: