Dalam disertasi tersebut, pria berusia 43 tahun ini berharap disertasinya kelak dapat dijadikan referensi untuk meningkatkan prestasi yang maksimal dalam dunia pertinjuan Indonesia sebab anak-anak berbakat memerlukan pembinaan sejak dini karena bagaimana pun prestasi tidak bisa dicapai secara instan. Pembinaan secara berkelanjutan dalam olahraga, menurutnya sangat diperlukan.
Dalam disertasinya dijelaskan bahwa olahraga tinju yang dikenal dengan olahraga keras ini, bisa aman untuk anak-anak. Dalam disertasi Program S-3 Ilmu Keolahragaan PPs Unesa itu, ia menuliskan beberapa kriteria yang harus diperhatikan agar tidak mengalami cedera saat bertinju. Pertama, sasaran pukulan tidak di bagian kepala. Kedua petinju harus tetap memakai pelindung kepala (head guard) dan pelindung gigi (gum shield). Kriteria ketiga, petinju memakai pelindung badan (body protector).
Di samping itu, agar petinju cilik ini tidak mengalami cedera maka pukulan dalam tinju mini tersebut hanya diperbolehkan menggunakan dua model pukulan, yaitu jab dan straight. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari pukulan dengan sarung tinju sebelah dalam (open glove) serta pukulan bawah perut (low blow). Dengan dua model tersebut maka tinju mini ini diharapkan dapat menampung bakat siswa sekolah dasar atau anak usia 10-12 tahun, karena model tinju mini ini aman bagi anak. [Zainur Rahman_Humas]
Share It On: