Psikolog, Qurrota Ayuni Fitriana dan dosen agama Mufarrihul Hazin menjelaskan tentang self love dari perspektif psikologi dan agama Islam.
Unesa.ac.id, SURABAYA—Ada banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan dalam menunggu matahari terbenam atau waktu berbuka di bulan puasa, salah satunya bisa dengan menggelar Ngabuburit Bareng Genzi seperti yang diselenggarakan Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS) Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Kegiatan yang berlangsung di Rektorat, Kampus 2 Lidah Wetan, Surabaya, pada 14 Maret 2024 ini mengusung tema "Self Love: You Are Amazing." Dengan menghadirkan narasumber Qurrota A'yuni Fitriana, M.Psi., psikolog, dan Dr. Mufarrihul Hazin, M.Pd., dosen agama.
Pada kesempatan itu, Qurrota A'yuni Fitriana menyampaikan fenomena self love yang marak didengar dari generasi muda. Menurutnya, self love merupakan upaya menerima dan mencintai diri sendiri apapun kondisinya.
Setiap orang pasti memiliki sisi lebih dan kurangnya. Selama ini, bisa jadi banyak yang hanya fokus pada kekurangan dan kegagalannya saja, padahal banyak sisi lain hidupnya yang memiliki kelebihan.
"Karena terlalu fokus pada kekurangan, banyak yang seperti tak bisa menerima dirinya sendiri. Ini tidak sehat. Sebaiknya memang juga bisa melihat kelebihan dan menerima diri sendiri," ucapnya.
Dalam pandangan psikologi self love memerlukan proses yang dimulai dengan mengubah mindset secara perlahan menerima diri sendiri yang mengacu pada proses evaluasi diri.
Lalu, bagaimana dalam pandangan Islam? Menurut Mufarrihul Hazin, mencintai diri sendiri merupakan bagian dari anjuran. Self love memiliki sisi spiritual yang mana siapa yang tidak mengenal dirinya, maka dia tidak bisa mengenal Tuhannya.
Dia membagikan langkah dalam memunculkan self love dalam diri. Pertama, self awareness, kesadaran terhadap diri sendiri dengan cara bermuhasabah diri agar dapat mengetahui kompetensi yang ada dalam diri.
Kedua, self confidence atau percaya diri. Setelah menemukan dua hal tersebut, seseorang cenderung berada pada puncak kebahagiaan dan tidak mudah membandingkan pencapaiannya dengan orang lain.
Terkait cara berpikir positif pada diri sendiri, Qurrota A'yuni Fitriana menganjurkan untuk melakukan afirmasi yaitu memberikan kata-kata yang sifatnya sugesti positif untuk diri sendiri. Misalnya, "saya mampu, saya bisa, saya hebat, dan saya bisa melakukannya".
Pada akhir penyampaiannya, kedua narasumber mengajak anak-anak muda untuk benar-benar bisa memaknai dan mencintai diri sendiri secara konstruktif.
Pada momentum bulan Ramadan ini, banyak hal yang bisa dilakukan sebagai bagian dari cinta diri diri seperti memperbanyak ibadah, menjalin silaturahmi, banyak bersyukur, berbagi (takjil), dan kegiatan positif lainnya. Selain itu, bisa juga dengan memberikan self reward atas apa yang sudah dikerjakan dan dicapai. []
***
Reporter: Mochammad Ja'far Sodiq (FIP)
Editor: @zam*
Foto: Dokumentasi Tim Humas
Share It On: