www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA—Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menggelar Ngobrol Rabu Cerdas (Ngobras) dengan tema "Agama dan Nation state atau Negara Bangsa" secara daring dan disiarkan langsung di kanal YouTube Official UNESA pada Rabu, 5 April 2023.
Ngobras kali ini menghadirkan Dr. Listiyono Santoso, S.S., M.Hum., dosen Ilmu Filsafat serta Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Fakultas Ilmu Budaya, Unair. Dia menjelaskan bahwa jika mengacu pada semangat dan gagasan awal pendiri bangsa sebenarnya diskursus agama dan negara bangsa sudah selesai.
Kendati demikian, masih banyak orang yang memposisikan agama dan negara bangsa saling berhadap-hadapan. Seolah keduanya tidak bisa diintegrasikan. Padahal sejak awal berdirinya bangsa ini, pendiri bangsa sudah jelas memposisikan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mengutip Bung Karno, dia menjelaskan bahwa sebagai sebuah negara secara politik Indonesia sudah selesai untuk urusan dua hal itu. Namun, sebagai sebuah bangsa Indonesia belum selesai. Karena untuk membangun sebuah bangsa butuh berbagai kesamaan persepsi sehingga orang yang berbeda itu menjadi satu kesatuan dalam visi yang sama.
“Indonesia memang sudah 'final' sebagai sebuah negara, tetapi rasa kebangsaan harus terus diperkuat dan diperkokoh sebagai bagian dari strategi merawat keutuhan bangsa Indonesia,” tukasnya.
Indonesia merupakan negara yang unik dari berbagai aspek, menurutnya hampir tidak ada negara lain di dunia yang bisa dibandingkan dengan keberagaman negara Indonesia; punya 17.504 pulau, 34 provinsi, 497 kabupaten/kota, 1.349 kelompok etnik dan suku bangsa, 642 bahasa daerah dan mengakui serta melindungi enam agama.
www.unesa.ac.id
Guna menyatukan keberagaman itu, pendiri bangsa kala itu merumuskan konsep negara bangsa sebagai tiga fondasi utama yaitu Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi perekat, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusinya, dan NKRI sebagai kesatuan teritorial.
"Ibarat sebuah rumah, Pancasila itu dasarnya, bineka tunggal ika sebagai isinya, UUD 45 dindingnya, dan atapnya namanya NKRI. Pancasila sebagai dasar, karena kalau didudukkan sebagai pilar, maka akan sejajar dengan pilar-pilar yang lainnya dan bisa jadi ada kemungkinan digantikan dengan pilar lainnya," tegasnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, Pancasila merupakan hasil dari gagasan genuine dan warisan intelektual yang luar biasa para pendiri bangsa untuk menyelamatkan nation state ke depan. Dia berasumsi bahwa Pancasila dipilih karena pendiri bangsa religius dan punya keyakinan keagamaan yang cukup baik. Jika tidak, bisa saja yang lahir bukan Pancasila, tetapi liberal-kapitalis atau sosialis-komunis.
"Orang mengatakan Pancasila tidak ada narasi keagamaan itu salah besar. Cara pandang seperti itu menurunkan standar kecerdasan pendiri bangsa yang merumuskan dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai nation state memposisikan semua agama sama. Padahal dulu itu, Islam dan Jawa mayoritas, tetapi tidak menjadikan Indonesia sebagai negara agama atau negara kesukuan," tandasnya.
Pancasila sebagai nilai dasar bagi kehidupan kebangsaan, menjadi fundamen moral bernegara dan fundamen politik negara. Jika dijabarkan nilai dari sila Pancasila yaitu, sila pertama sebagai moral agama, sila kedua sebagai moral negara, sila ketiga sebagai dasar negara, sila keempat sebagai sistem negara dan sila kelima sebagai tujuan negara.
"Pancasila sebagai objektivikasi agama, ini yang harus dipahami. Jika tidak berlebihan, Pancasila menjadi nilai bersama bagi warga negara untuk urusan publik atau bisa disebut agama sosialnya warga negara Indonesia. Sementara di ranah privat, warga negara tetap mengacu pada nilai agamanya masing-masing. Intinya, Pancasila menyatukan nilai-nilai bersama di ranah sosial-publik," jelasnya.
Ada tiga tantangan yang mengganggu kebinekaan, yaitu 1) radikalisme agama yang ditunjukan dengan pemaksaan kehendak dan aksi kekerasan atas nama agama tertentu, 2) etnosentrisme, primordialisme dan egoisme 'kedaerahan' atau kelompok, dan 3) kebijakan negara yang kontra-produktif dan tidak berkeadilan sosial.
"Diskusi ini luar biasa dan di UNESA juga punya direktorat yang khusus menangani isu-isu ideologi dan kebangsaan. Ini menarik sekali menurut saya. Semoga ini mendorong diskursus atau melakukan ideologisasi melalui forum ilmiah, forum diskusi, melempar sebuah gagasan, wacana ketimbang sebuah doktrinasi. Strategi ideologisasi kampus beda dengan pendidikan dasar yang mengarah pada pembiasaan dan penciptaan perilaku," katanya.
Kegiatan ini diikuti mahasiswa selingkung UNESA dan dihadiri Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Kampus Dr. Mutimmatul Faidah, M.Ag., dan Kepala Sub-Direktorat Ideologi, Moderasi Beragama dan Bela Negara, Rojil Nugroho Bayu Aji, S.Hum., M.A., dan jajarannya. []
***
Penulis: Amalia
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas UNESA
Share It On: