Ilustrasi keputusan orang tua mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Termasuk pemberian ASI atau pengganti ASI harus didasarkan pada rekomendasi atau dikonsultasikan dengan dokter (ilustrasi: IqbalStock/Pixabay).
Unesa.ac.id, SURABAYA—Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. PP tersebut melarang produsen susu formula untuk memasarkan produk mereka melalui iklan atau memberikan diskon kepada konsumen.
Kebijakan yang merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan itu mendapat respons beragam dari berbagai kalangan, termasuk akademisi UNESA. Dosen Fakultas Kedokteran (FK) UNESA, dr. Fiona Paramitha, Sp.A, menyambut baik kebijakan tersebut.
Menurutnya, promosi susu formula sering kali digunakan secara negatif seperti iklan yang mengklaim kelebihan susu formula. Hal ini menarik perhatian khususnya ibu hamil dan menyusui untuk lebih memilih susu formula daripada ASI.
Dia menyoroti anggapan sebagian besar orang tua bahwa susu formula dapat membuat bayi tumbuh lebih tinggi. Menurutnya, anggapan itu tidak berdasar, ASI tetap lebih diutamakan ketimbang susu formula.
Dia menjelaskan, penelitian menunjukkan bahwa ASI mengandung protein dan zat-zat lain seperti kalsium yang penting untuk pertumbuhan dan lebih mudah diserap oleh tubuh bayi dibandingkan susu formula.
"Bahkan tidak ada bukti kuat yang mendukung klaim bahwa susu formula secara signifikan meningkatkan tumbuh kembang bayi dibandingkan ASI," tegasnya.
Dosen kelahiran Kota Pahlawan itu juga menambahkan bahwa pemberian susu formula yang lebih dominan daripada ASI tidak akan memberikan dampak signifikan pada pertumbuhan bayi.
"ASI memiliki protein dan zat gizi yang lebih lengkap serta lebih mudah diserap, yang mendukung pertumbuhan bayi dengan baik," jelasnya.
Memang ada beberapa kondisi khusus di mana ibu tidak dapat menyusui, seperti kelainan pada payudara atau menjalani kemoterapi, sehingga ASI donor atau susu formula menjadi pilihan. Itupun, dia menekankan agar sebelum memutuskan itu perlu konsultasi atau atas rekomendasi dokter.
“Karena kalau asal beli dan ngasih susu pengganti ASI itu bisa berbahaya bagi perkembangan dan pertumbuhan anak,” ucapnya.
Dia menyoroti kesalahan yang dilakukan orang tua dalam menggunakan susu pengganti ASI. Pertama, susu yang dilarutkan dengan air yang terlalu panas. Ia menyebut, susu bubuk seharusnya dilarutkan pada suhu air 70 derajat Celcius atau air bisa didiamkan sekitar 30 menit setelah mendidih.
Kedua, masukkan bubuk susu dahulu sebelum air. "Seharusnya air harus diukur terlebih dahulu, baru kemudian bubuk susunya ditambahkan sesuai takaran," jelasnya.
Kemudian, yang terpenting terletak pada takaran susu bubuk yang tidak sesuai. Ia menyebut kekentalan susu pengganti ASI memberikan dampak signifikan terhadap tumbuh kembang bayi.
Susu pengganti ASI yang terlalu kental atau takaran bubuknya kurang dari anjuran akan beresiko kekurangan cairan dan menyebabkan konstipasi pada bayi. Sebaliknya jika terlalu encer akan menyebabkan kekurangan nutrisi.
Ia juga menekankan pentingnya memilih susu pengganti yang sesuai atas rekomendasi dokter, terutama pada situasi di mana ibu tidak bisa menyusui.
“Meskipun ada susu alternatif, saya sarankan selagi masih bisa menyusui anak, itu sangat dianjurkan agar orang tua tetap memberikan ASI, itu merupakan pilihan terbaik untuk perkembangan dan pertumbuhan anak,” tandasnya.[]
***
Reporter: Mohammad Dian Purnama (FMIPA)
Editor: @zam*
Ilustrasi: IqbalStock/Pixabay
Share It On: