www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Surabaya mengadakan seminar dengan tema “Peran Mahasiswa dalam Menjaga Harmonisasi Keberagaman dan Kebangsaan bagi Generasi Milenial” di Auditorium Lantai 11, Rektorat pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
Dosen aqidah dan filsafat UIN Sunan Kalijaga Dr. H. Fahrudin Faiz, S.Ag., M.Ag., dan dosen agama Kristen UNESA Drs. Rovy Agus Sapto Priyono hadir sebagai pembicara. Fahrudin Faiz mengatakan, Indonesia merupakan negara majemuk. Keberagaman agama ini ditunjang dari adanya sikap toleransi dalam beragama.
www.unesa.ac.id
Dasar sikap toleransi secara filosofis memiliki arti bahwa semua manusia dilahirkan dengan kebebasan memilih dan bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Tantangan bagi negara majemuk yakni terdapat pada konflik, dominasi, dan kompetisi.
Kunci hidup dalam kontek kemajemukan adalah toleransi. Memang bertoleransi tentu ada yang menerima dan ada orang yang kurang menerima. Model toleransi terdiri dari tiga macam model, yakni membiarkan, memahami, dan berdialog. Ditinjau dari segi agama, toleransi merupakan bagian dari kematangan beragama seseorang.
Secara filosofis dan etis, toleransi pada dasarnya adalah cukup merasa apa yang kita yakini benar tanpa menyakiti atau menyalahkan apa yang orang yakini benar. Tingkatan toleransi sendiri terbagi menjadi 3 yakni membiarkan, tidak mengganggu apa yang diyakini orang lain atau apa yang dilakukan orang lain.
Kedua saling memahami perberbedaan itu agar lebih mengerti secara emosional mengapa adanya perbedaan itu dan saling mengerti agar mencapai toleransi, dan tingkatan yang paling tinggi adalah ketika kita sudah bisa berdialog dengan sudut pandang yang berbeda, saling mengungkapkan tanpa saling menyakiti.
“Pada dasarnya toleransi merupakan menghargai orang lain agar ketika kita berada di posisi yang sama kita juga ikut dihargai, justru dengan adanya perbedaan kita bisa hidup beragam dan berdampingan,” ujarnya.
Jika toleransi terkikis dalam hidup berbangsa dan bernegara, dampaknya sangat besar. Karena ancaman yang timbul akibat intoleransi sangatlah merugikan baik dari segi fisik, materi, hubungan baik, ketidakadilan di masyarakat.
“Agar mencapai toleransi haruslah mengubah mindset yang kuno ke pola pikir menghargai sesama, berkomunikasi dengan baik dalam konteks masyarakat yang heterogen. Toleransi penting untuk perkuat rasa persaudaraan dan persatuan untuk Indonesia yang lebih maju dan bangkit lebih cepat,” ujar Rovy.
Penulis: Nabila Arum Hidayati dan Fionna Ayu Shabrina
Editor: @zam Alasiah*
Share It On: