www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA - Perpustakaan menjadi jantung bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Bersama dengan laju zaman yang semakin cepat, peran perpustakaan tak sekedar sebagai pusat pelayanan dan penyediaan informasi melalui buku. Namun juga secara tidak langsung berperan dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia.
Ada tiga peran perpustakaan dalam pembangunan nasional. Pertama, perpustakaan sebagai pusat dari ilmu pengetahuan yang dapat berupa inovasi dan kreativitas. Kedua, peran perpustakaan sebagai pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan potensi berbasis literasi, dan terakhir perpustakaan sebagai pusat kebudayaan.
Berbasis Inklusi Sosial
Perpustakaan di Indonesia terus mengalami transformasi sesuatu kebutuhan zaman. Sekarang, transformasi yang diusung berbasis inklusi sosial. Mutty Hariyati, S.Sos., M.IP, Pustakawan Universitas Negeri Surabaya (UNESA) mengungkapkan bahwa transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan suatu pendekatan baru dalam pelayanan perpustakaan yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan.
Program transformasi perpustakaan tersebut telah ada sejak 2018 oleh pemerintah lewat Perpusnas. Tujuannya untuk mengatur hak-hak masyarakat dalam memperoleh layanan tanpa terkecuali, termasuk warga negara yang berada di wilayah 3T maupun yang berkebutuhan khusus (disabilitas). "Nyatanya, masih belum banyak perpustakaan perguruan tinggi yang bergerak dalam kegiatan inklusi sosial," tukasnya.
Memang, lanjut Mutty, program ini sendiri oleh Perpusnas banyak menyasar perpustakaan daerah atau umum yang lebih dekat dengan masyarakat. Bukan berarti, perpustakaan perguruan tinggi tidak dapat hadir di dalamnya, untuk menyediakan kualitas layanan yang inklusif.
www.unesa.ac.id
Layanan hingga Pelatihan
Menurut Mutty, perpustakaan perguruan tinggi tidak bisa hanya menunggu pemerintah. Perpustakaan perlu memiliki advokasi ke lembaga-lembaga lain terkait. Penting untuk dipahami bersama, lanjutnya, perpustakaan perguruan tinggi juga dapat mendukung potensi mahasiswa untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang termasuk kewirausahaan. Tidak hanya untuk civitas academica, perpustakaan perguruan tinggi juga dapat berperan bagi masyarakat luas. "Kan bisa bikin kelas-kelas kecil misalnya, yang berbasis inklusi sosial," tuturnya.
Kelas-kelas tersebut nantinya akan melatih masyarakat untuk mendapatkan keahlian seperti desain grafis, menjahit, marketing maupun kemampuan lainnya. Dengan begitu, perpustakaan perguruan tinggi dapat berperan memberi wadah bagi masyarakat sekitar secara berkelanjutan.
Lalu apa bedanya dengan PKM yang dilakukan civitas akademika? Tentunya ini berbeda, lanjut mutty, Perpustakaan sendiri di samping menyediakan pelatihan, juga menyediakan buku dan sumber informasi lainnya yang berkaitan dengan kemampuan yang tengah dikembangkan dan dapat diakses secara berkala oleh masyarakat.
“Nah perpustakaan itu, ya, sejalan dengan tujuan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial itu sendiri untuk meningkatkan literasi informasi berbasis teknologi informasi dan komputer, serta kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat sekaligus menyediakan sumber informasi untuk mendukung transformasi,” ungkap Pengurus Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Kota Surabaya itu.
Perpustakaan masa kini, bukan lagi hanya sekedar tempat para mahasiswa untuk mengerjakan tugas lalu pulang. Seharusnya juga menjadi wadah bagi komunitas – komunitas dan mahasiswa untuk mengembangkan diri. Sudah waktunya perpustakaan perguruan termasuk perpustakaan kampus bergerak maju, menjemput bola, agar tidak tergilas oleh perkembangan jaman yang kian cepat.
"Semangat transformasi ini harus diterjemahkan atau direalisasikan oleh masing-masing perpustakaan lewat inovasi layanan maupun program-program yang menarik. Program yang bikin pengunjung nyaman, betah dan pulang membawa bekal penting bagi masa depan mereka. Kalau gak, perpustakaan akan jadi ruang sepi pengunjung. Minat baca dan literasi pun bisa makin menurun," bebernya.
Pustakawan Harus Apa?
Hari Pustakawan Nasional, 7 Juli 2022 inj, katanya, harus menjadi momentum bagi para pustakawan untuk mengembangkan inovasi dan kreativitas yang menggaet banyak pengunjung, lewat program literasi yang dikombinasikan dengan workshop misalnya atau seminar, lomba dan layanan berbasis teknologi informasi.
“Pustakawan memang harus memiliki pemikiran yang out of the box, selain pekerjaan teknis ya. Kita memang kalau sudah ke arah sana ya, harus kreatif. Baik secara promosi, bagaimana mengundang mereka, kita punya kegiatan ini dengan masyarakat sekitar dan sebagainya,” lanjut magister perpustakaan itu.
Dia sendiri mengakui, tidak mudah bagi pustakawan perguruan tinggi, khususnya dalam merubah kebiasaan yang sudah ada untuk keluar dari zona nyaman. Butuh komitmen dan kerja sama salah satunya untuk membangun jejaring bukan hanya antar perguruan tinggi, bahkan ke CSR (Corporate Social Responsibility).
Perubahan pasti terjadi, pilihannya hanya dua antara mengambil tantangan dan resiko atau tinggalkan. Pustakawan juga sudah semestinya berfikir maju, atau dunia akan meninggalkan mereka yang tidak siap dengan perubahan.
Juara dua pustakawan berprestasi tingkat nasional itu berharap perpustakaan perguruan tinggi dapat menjadi wadah dalam inklusi sosial, bukan hanya sebagai tempat mahasiswa belajar dan mengerjakan tugas, tetapi dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitarnya. Utamanya, dalam peningkatan kesejahteraan dan perekonomian di lingkungan sekitar. (HUMAS UNESA)
Penulis : Hasna
Editor: @zam Alasiah*
Foto oleh Abby Chung: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-berkemeja-coklat-membawa-tas-kulit-hitam-di-depan-buku-perpustakaan-1106468/ dan Dokumentasi Mutty Hariyati, S.Sos., M.IP,
Share It On: