www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Pendidikan Luar Biasa (PLB) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA (UNESA) gandeng Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga (LAYAK) mengadakan Training of Trainer (ToT) Identifikasi dan Bantuan Teknis Anak Low Vision di Sekolah pada Jumat, 17 Juni 2022. Kegiatan yang berlangsung di Gedung 6, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Kampus Lidah Wetan, Surabaya itu diikuti 10 peserta yang terdiri dari 8 dosen PLB UNESA dan 2 dosen Pendidikan Khusus Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Dr. Sujarwanto, M.Pd., Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama UNESA menuturkan bahwa sinergi antara UNESA dan LAYAK merupakan bagian dari komitmen bersama dalam mewujudkan lingkungan yang ramah dan aksesibilitas yang berkualitas bagi anak-anak disabilitas. “Kita upayakan bersama bagaimana anak-anak disabilitas ini bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta bisa menjadi bagian dari elemen penting pembangunan bangsa,” ujarnya.
Ketua Yayasan Layak, Dra. Evie Suranta Tarigan menjelaskan bahwa yayasan Layak sendiri sudah ada di Jawa Timur sejak 2019. Tujuan menyediakan layanan komprehensif untuk anak-anak Low Vision. Range usia anak-anak sengaja diambil, karena apabila anak-anak low vision tersebut cepat dikenali, maka bisa cepat mendapatkan bantuan, anak-anak pun bisa memaksimalkan penglihatannya.
www.unesa.ac.id
Selama ini, Layak banyak memberikan pelatihan kepada para dokter, karena di Jawa Timur sendiri ada 7 rumah sakit yang diberikan alat bantu penglihatan oleh Yayasan Layak, khususnya di rumah sakit mata masyarakat.
Selain itu, yayasan layak juga mengadakan pelatihan untuk guru-guru. Namun hal itu akan sangat terbatas sehingga perlu bekerja sama dengan UNESA agar jangkauannya lebih luas. Kolaborasi itu juga untuk mengembangkan modul yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan sertifikasi.
Modul kerja sama tersebut berjumlah enam paket (modul) yang sudah jadi yang akan menjadi modul perkuliahan di UNESA dan kampus-kampus lain. “Ini hal yang bagus dalam mewujudkan agen perubahan, agen yang cakap, terampil, inklusif, dan profesional,” imbuh Evie Suranta.
Dia berharap makin banyak kontribusi dari masyarakat maupun lembaga karena alat bantu baca yang tersedia saat ini masih harus impor. Semoga dengan adanya ToT ini semakin banyak guru-guru yang memahami low vision sehingga mengetahui perlakuannya di dalam kelas.
“Selama ini anak-anak low vision tidak dianggap ada dan dianggap sudah tunanetra total, sehingga mereka harus belajar braille tetapi sekarang dengan adanya alat bantu ataupun tanpa alat bantu bisa memanfaatkan penglihatannya secara maksimal,” ucapnya.
Dr. Asri Wijiastuti, M.Pd., Ketua Jurusan PLB FIP UNESA berharap kegiatan tersebut tidak hanya ada di Surabaya tetapi juga bisa dikembangkan di seluruh Indonesia dan terus berkelanjutan. Selain untuk para dosen, juga perlu diagendakan khusus untuk para guru-guru di sekolah.
“Low vision harus diberikan perhatian khusus. Karena itu dibutuhkan guru-guru yang punya kemampuan untuk memberikan perlakuan yang pas dan tepat kepada mereka (anak low vision, red). Ini tugas bersama dan semoga ini bisa berjalan lancar,” ujarnya. [HUMAS UNESA]
Penulis: Nabila Arum
Editor: @zam Al’asyiah
Share It On: