Babak Awal Pendirian Prodi Pendidikan Bahasa Mandarin Sekaligus Satu Titik Sejarah Hubungan Dua Negara yang Sempat Terkoyak Pesatnya perkembangan Cina dalam bidang Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (Ipteks) beberapa tahun terakhir ini memicu banyak insan dunia ingin mengetahui dan mengenal lebih dekat negara tirai bambu ini. Salah satu cara untuk dapat mengenal dan mempelajari lebih jauh tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya Cina yang tersohor itu, orang mulai ingin mempelajari bahasanya. Saat ini mulai banyak orang Indonesia yang tertarik mempelajari bahasa Cina (Bahasa Mandarin). Di Indonesia, Bahasa Mandarin merupakan bahasa asing. Beberapa lembaga formal dan informal telah membuka dan menyelenggarakan pembelajaran Bahasa Mandarin bagi peminatnya. Namun belum ada satu pun lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) di Indonesia yang membuka program studi (prodi) Pendidikan Bahasa Mandarin. Seminar Internasional Bahasa Mandarin yang diselenggarakan pada (23/07) di Hotel Singgasana ini merupakan babak awal berdirinya prodi Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa dan akan menjadi satu-satunya di Indonesia. Pada sidang panel I, guru besar Huazhong Normal University, Prof. Li Xun menjelaskan bahwa pembelajaran Bahasa Mandarin bagi penutur asing berbasis internet perlu dikembangkan seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi. Sementara itu, Chief Executive Organization Jawa Pos, Dahlan Iskhan menceritakan pengalamannya bahwa pembelajaran Bahasa Mandarin ternyata dapat dilakukan secara individual sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran (individual instruction). Karena itu, kurikulum disusun sendiri oleh pembelajar dan dikomunikasikan kepada guru. Terkait dengan metode pembelajaran Bahasa Mandarin, Lilian Soesilo, dosen Universitas Nusa Cendana (Uncen) Nusa Tenggara Timur pun berkomentar pada sidang paralel I. Ia mengungkapkan bahwa banyak usaha yang dilakukan guru Bahasa Mandarin agar para pebelajar mampu memahami dan menyampaikan pesan Bahasa Mandarin dengan baik, namun masih banyak guru Bahasa Mandarin berorientasi pada tugas panggilan yang hanya bersifat akademis. Hal ini disebabkan persepsi para guru bahwa profesi guru bahasa asing identik dengan sekolah, buku-buku, dan pembelajaran. Guru kurang menyadari bahwa tidak semua pebelajar bahasa asing memiliki persepsi yang sama seperti persepsi guru terhadap bahasa asing. Bila guru bahasa asing secara tidak sadar membiarkan kehendak dan nilai-nilai pribadinya masuk ke dalam metode pembelajaran bahasa asing yang dikelolanya tanpa mempertimbangkan kebutuhan para pebelajar, maka cepat atau lambat proses pembelajaran bahasa asing yang dikelola akan menjadi sulit. Hal ini bukan berarti bahwa guru bahasa asing tidak perlu antusias atau bersemangat dengan pengajarannya. Memiliki semangat mengajar itu diperlukan, namun janganlah semangat itu hanya bersifat academically oriented semata, ucapnya. Pada sidang panel II, satu lagi guru besar Huazhong Normal University, Prof. Li Xiangnong menyampaikan bahwa penulisan angka dalam Bahasa Mandarin, yakni angka dalam angka tahun atau dalam urutan kekerabatan hendaknya memperhatikan gramatika. Sementara itu, pembicara asal Indonesia, Arifin Zain menjelaskan pasang surut sejarah perkembangan Bahasa Mandarin di Indonesia. Ia memaparkan bahwa masa kejayaan Bahasa Mandarin di Indonesia ialah sebelum 1965, kemudian Bahasa Mandarin mengalami masa kemerosotan pasca 1965 atau pada era orde baru dan kini bangkit kembali mulai masa pemerintahan Gus Dur. Ia juga menjelaskan bahwa saat ini buku ajar pembelajaran Bahasa Mandarin ditulis para ahli dari Xiamen University, namun demikian tingkat keterbacaan dan kebergunaannya bagi pebelajar Bahasa Mandarin di Indonesia perlu ditinjau ulang. Seharusnya pendidik Bahasa Mandarin profesional dari Indonesialah yang menyusun buku bagi pebelajar di Indonesia. Pada sidang panel ini, Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D., Sp.Gk, Dirjen Dikti menyempatkan hadir menjadi keynote speaker. Seminar ini merupakan satu titik sejarah hubungan dua negara, yakni antara Indonesia dan Cina. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Yuan akan menjadi mata uang di tingkat dunia dan Bahasa Mandarin akan menjadi bahasa kedua di dunia. Karena itu, pembukaan prodi Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa merupakan langkah strategis pada masa depan, ucapnya. Indonesia masih berada pada urutan ke-107 di antara 170 negara di dunia dalam Human Development Index (HDI). Salah satu indikator penilaian dalam HDI adalah penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Pada era global, Cina akan menjadi raksasa baru dunia. Karena itu, untuk mengembangkan bahasa dan budaya Cina, izin pendirian prodi baru ini akan kami permudah asal syarat-syarat mendasar terpenuhi, yakni tenaga pendidik prodi Pendidikan Bahasa Mandarin ini menjalani studi lanjut ke Cina, tambahnya. [bayu-ardi_humas]