www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id-Surabaya, Bulan Mei merupakan bulan Pendidikan. Meskipun Bulan Pendidikan tahun ini sedikit berbeda karena kita mengalami masa pandemik covid-19, namun Unesa memiliki caranya sendiri untuk tetap bisa merayakan bulan pendidikan, khususnya meningkatkan kecintaan terhadap dunia literasi. Melalui Pusat Studi Literasi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unesa menggelar seri sarasehan literasi dalam rangka bulan pendidikan 2020 yang digelar sebanyak lima kali secara daring.
Hari ini (09/05), seri ke-2 Sarasehan Literasi berbicara terkait literasi digital dengan topik “Manajemen Tugas Kuliah/Sekolah dengan Penyimpanan di Awan”. Dalam sarasehan seri ke-2 ini, ada dua narasumber yang akan mengulas topik tersebut, yakni Setya Chendra Wibawa, S.Pd., M.T., dan Dr. Dwi Cahyo Kartiko, S.Pd., M.Kes., dengan Dr. Wahono Widodo, M.Si., sebagai moderator.
Kegiatan seri sarasehan literasi secara daring tersebut dimulai dengan kegiatan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars Unesa, laporan dari Ketua Pusat Studi Literasi, Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum., dan dilanjutkan dengan pemaparan oleh narasumber.
Dalam laporannya, Kisyani menuturkan jika kegiatan ini juga digelar melalui “sarwa” atau sarasehan lewat wa dan zoom yang disertai dengan media youtube. Sarwa digunakan untuk mewadahi peserta yang tidak bisa bergabung dalam zoom. Membeludaknya peserta melatarbekangi penggunaan media tersebut.
Sementara itu, Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes., selaku Rektor Unesa menyampaikan dukungannya pada kegiatan yang digagas oleh Pusat Studi Literasi tersebut. Berkaca dari kebijakan kampus merdeka yang digagas oleh Mas Meneteri, penyampaian perkuliahan materi pada masa pandemik seperti sekarang hendaknya tidak membebani mahasiswa maupun peserta didik melainkan melayani. Sehingga pembelajaran tetap terlaksana dengan suasana yang bahagia. “Walaupun di awan, tapi bagaimana strategi dari para penyaji nanti, ” ujar Nurhasan.
Berbicara mengenai literasi digital yang mana kegiatannya lebih berfokus pada penggunaan media digital, Setya Chendra mengungkapkan jika pembelajaran di masa sekarang membutuhkan Information and Communications Technology (ICT).“Kenapa ICT? Karena ICT itu sebagai sistem pembelajaran, yang ke dua sebagai media pembelajaran, dan yang ke tiga sebagai sumber pembelajaran,” ujar Setya Chendra.
Setya Chendra juga mengungkapkan jika ada empat faktor yang mendukung proses pembelajaran berbasis ICT, yakni memanfaatkan perkembangan teknologi (penggunaan smartphone yang terkoneksi internet), framework pembelajaran abad 21, momentum generasi milenial, dan dukungan pemerintah yang berkolaborasi dengan pimpinan instansi, utamanya untuk melakukan pembelajaran berbasis teknologi.
Selain memiliki empat faktor pendukung, ada juga empat faktor yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis ICT, yakni ketersediaan infrastruktur, adanya kebijakan dari pimpinan lembaga, perlunya peningkatan pada para pengajar, serta pengembangan perangkat lunak.
Berbeda dengan Setya Chendra, dalam seri ke-2 sarasehan ini, Dwi Cahyo memberikan materi terkait “Sinkronisasi Google Classroom dengan Kahoot Sebagai Alternatif Digitalisasi Penugasan”. Google Clasroom sendiri disebut pemerintah sebagai salah satu platform pembelajaran daring yang digunakan pada masa pandemik covid-19 seperti sekarang ini. Dengan berbagai keunggulan yang ada pada google classroom, Dwi Cahyo menyebutkan jika tidak menutup kemungkinan anak-anak akan merasa jenuh dengan tugas-tugas yang ditampilkan di dalamnya. Menanggapi hal tersebut, Dwi Cahyo memberikan solusi penggunaan “kahoot”, dimana dengan kahoot, tampilan menjadi lebih menarik. Kahoot sendiri merupakan aplikasi game edukasi dengan dua alamat web berbeda, yakni pembuat (guru/dosen) dan peserta (siswa/mahasiswa). Selain memaparkan fungsi kahoot, Dwi Cahyo juga membimbing peserta sarasehan step by step penggunaan aplikasi kahoot.
Dwi Cahyo Kartiko menuturkan jika sinkronisasi google classroom dengan kahoot sendiri merupakan salah satu bentuk kreativitas yang bisa dikembangkan untuk memperkaya aktifitas penugasan digital/online, sehingga siswa lebih santai dan tidak bosan. “Sinkronisasi ini hanya salah satu bagian kecil dari tahapan yang bisa mengantarkan dalam meningkatkan literasi digital yang kita miliki,” ujar Dwi Setyo. (ay)
Share It On: