www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, Surabaya- Unesa menggelar diskusi kelompok terarah dalam jaringan dengan tema “Pendidikan sebagai Wahana Mengkokohkan Budaya Bangsa”. Kegiatan dimoderatori oleh Dr. Bambang Pharma Setiawan, Ketua PP DKT Yayasan Suluh Nuswantara Bakti dan dibuka oleh Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes, Rektor Unesa.
Diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber. Mereka adalah Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd, pakar pendidikan Unesa, Prof. Dr. Zainudin Maliki, anggota DPR RI Komisi X, Najelaa Shihab, pendiri sekolah Cikal, Dr. Iwan Sjahril, Dirjen GTK Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan M. R. Ramli, Ketua Umum Ikatan Guru (IGI).
Prof. Dr. Muchlas Samani, menjelaskan mengenai UU Sisdiknas sebagai Ankor Menghadapi Era Global. Muchlas mengungkapkan dua tesis yakni UU Sisdiknas yang menjadi babon dari segala kebijakan dan aktivitas dalam bidang pendidikan di seluruh wilayah NKRI, serta pendidikan adalah wahana untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang dicita-citakan founding father.
Jika diartikan secara lebih rinci, pemaparan Muchlas terkait pendidikan sebagai suatu rekayasa sosial yang mengacu pada 4 prinsip dasar pada pembukaan UUD 1945 mengharuskan UU Sisdiknas bisa memastikan amanah UUD 1945, karena seperti yang sudah disebut di atas bahwa UU Sisdiknas adalah Ankor yang artinya dasar bagi setiap kebijakan pendidikan.
“Jangan sampai kemudian kita tidak yakin bahwa desain itu tidak mampu menghasilkan anak-anak yang mewujudkan empat prinsip dasar dalam UUD 1945,” tutur Muchlas.
Mengenai revisi UU Sisdiknas yang sempat disampaikan pada anggota Komisi X, Prof. Dr. Zainudin Maliki, anggota DPR RI Komisi X Bidang Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah menyampaikan bahwa kalau ingin berinovasi bisa saja sepanjang inovasi itu tetap dalam koridor UU Nomor 20.
“Dan, inovasinya jangan lebih sempit dari apa yang diinginkan dari UU nomor 20 tahun 2003 itu, karena di dalam uu itu menginginkan peserta didik kita untuk menjadi manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa,” ujar Zainudin.
Sementara itu, Najelaa Shihab, pendiri sekolah Cikal lebih fokus menjelaskan mengenai Pembelajaran Modern yang Tetap Berakar dari Budaya Nasional. Berbicara mengenai pembelajaran modern tentunya akan merujuk pada konsep merdeka belajar dimana Najelaa bersama timnya di Cikal percaya jika pendidikan itu harus menumbuhkan kompetensi yang utuh pada murid-murid.
Kompetensi yang dimaksudkan disini adalah tumbuh kembang murid yang meliputi aspek pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan kemampuan untuk beraksi menyelesaikan masalah nyata yang timbul setiap hari.
“Kami memformulasikan cita-cita Cikal dalam lima kompetensi bintang yang berasas pada cita-cita pendidikan nasional yang kami kontekstualisasi dalam konteks komunitas pelajar sepanjang hayat di Cikal,” ujar Najelaa.
Dr. Iwan Sjahril, Dirjen GTK Kementerian Pendidikan Kebudayaan menyampaikan mengenai Transformasi Pendidikan Indonesia. Dalam pemaparannya, Iwan menjelaskan ada 10 strategi utama dalam transformasi pendidikan, yakni menerapkan kolaborasi dan pembinaan antarsekolah, meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah (kepemimpinan), membangun platform pendidikan, memperbaiki kurikulum nasional, meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi yang merata, membangun lingkungan belajar masa depan, memberikan insentif atas kontribusi dan kolaborasi pihak swasta di bidang pendidikan, mendorong kepemilikan industri dan otonomi pendidikan vokasi, membentuk pendidikan tinggi kelas dunia, serta menyederhanakan mekanisme akreditasi dan memeberikan otonomi lebih. Strategi yang kedua adalah pada tingkat kepemimpinan kepala sekolah dan guru dalam menciptakan lingkungan sekolah yang baik.
M. R. Ramli, Ketua Umum Ikatan Guru (IGI) Indonesia periode 2016 s.d. 2021 memaparkan mengenai bagaimana peran guru dalam membentuk budaya nasional di sektor pendidikan formal. Dalam pemaparannya, Ramli bercerita mengenai pengalamannya memberikan pelatihan guru sampai mereka bisa menjadi guru hebat.
Sementara itu, berbicara mengenai guru, Ki Darmaningtyas, Pengurus Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa membahas mengenai kemampuan guru di sekolah asing untuk tetap menjaga jiwa nasionalisme muridnya.
“Pendidikan yang dilaksanakan secara bilingual adalah untuk menumbuhkan kapasitas berfikir dan kerangka berpikir yangn utuh. Yang mana , melalui bahasa kita bisa menciptakan tujuan yang mulia sebagai penguat kebudayaan,” paparnya.
Selain diskusi terarah, dalam kegiatan ini juga ada pengesahan MoU antara Unesa dengan Yayasan Sekolah Suluh Nuswantara Bakti, Aliansi Kebangsaan, dan FKPPI. (ayunda/sir)
Share It On: