www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA - Universitas Negeri Surabaya (UNESA) mengadakan sosialisasi ‘Implementasi Perkemendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi’ secara daring pada Jumat, 4 Februari 2022. Acara yang dihadiri para dosen tersebut dibuka Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Suprapto, S.Pd., M.T.
Dalam sambutannya, Suprapto menyampaikan, permendikbudristek tersebut hadir dengan semangat dan aturan yang memungkinkan kampus cepat bergerak baik dalam mencegah maupun menangani kasus kekerasan seksual (KS) di perguruan tinggi.
“Hadirnya permendikbudristek ini, harus diikuti dengan kesadaran kita masing-masing. Semoga kita bisa terus meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik, berkarakter dan mampu menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya serta menjaga nama baik kaluarga dan lembaga,” harapnya.
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UNESA, Dr. Mutimmatul Faidah, S.Ag., M.Ag., membuka sosialisasi itu dengan paparan seputar Satgas PPKS. Dia menjelaskan bahwa Satgas tersebut terbentuk karena, a) komitmen mengawal isu KS lewat peran penting Pusat Studi Gender dan Anak, b) terbitnya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS, c) rapat pembentukan Satgas PPKS dan terbitnya SK.
Tujuan pembentukan Satgas yaitu; pertama, mengawal dan mengambil tindakan pencegahan dan penanganan KS yang terkait dengan pelaksanaan Tridarma di dalam atau di luar kampus. Kedua, menumbuhkan kehidupan kampus yang menusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif serta tanpa kekerasan di antara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan dan warga kampus.
Adapun struktur divisi Satgast terdiri dari tiga divisi. Ada Divisi Advokasi dan Hukum, divisi Intervensi dan Preventif dan divisi Pusat Studi Gender dan Anak. Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas PPKS memiliki kewenangan; 1) memanggil dan meminta keterangan korban, saksi, terlapor, pendamping dan atau ahli. 2) meminta bantuan pemimpin UNESA untuk menghadirkan saksi, terlapor, pendamping, dan atau ahli dalam pemeriksaan. 3) melakukan konsultasi terkait penanganan KS dengan pihak terkait dengan mempertimbangkan kondisi kemanan dan kenyamanan korban. 4) Melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi terkait KS yang melibarkan korban, saksi, terlapor dari PT yang bersangkutan.
Dia melanjutkan, kemungkinan kasus KS di kampus bisa terjadi antara dosen dan mahasiswa, dosen dan tendik, dosen dan dosen, mahasiswa dan sesama mahasiswa, mahasiswa dan tendik maupun tendik sesama tendik. Kemudian kemungkinan tempat terjadinya KS yaitu di dalam dan di luar kampus. Bisa terjadi di lokasi KKN, lokasi magang, kos atau rumah kontrakan, dan bisa terjadi di lingkungan virtual.
Guna mewujudkan kampus zero KS, Satgas berkomitmen melaksanakan pencegahan dan penanganan dengan berbagai pendekatan dan cara serta sesuai prosedur. “Mewujudkan kampus yang nol kekerasan seksual ini pada dasarnya tugas dan kesadaran kita bersama. Dengan adanya Satgas ini kita semakin gencar dan semangat dalam mewujudkan kampus yang zero KS,” tandasnya.
Sementara itu, Hananto Widodo, SH., MH., dari Divisi Advokasi dan Hukum, Satgas PPKS UNESA yang mengungkap mengenai politik hukum Perkemendikbudristekdikti No. 30 Tahun 2021 bahwa akan ada regulasi baru terkait dengan masalah kekerasan seksual mengenai peraturan dari pemerintah karena belum ada pengesahan mengenai Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Menuturnya, wujud dari hukum kekerasan seksual saat ini hanya bersifat partisipasi publik. Namun, UNESA sangat mendukung dan mengapresiasi hadirnya Perkemendikbudristek tersebut. Lahirnya aturan tersebut merupakan langkah progresif untuk penanganan kasus kekerasan seksual khususnya di kampus. Itu tentu berdasar baik secara kualitatif maupun kuantitatif. [Humas UNESA]
Penulis: Nabilla H.A.C
Editor: @zam*
Share It On: