www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA_Pendidikan karakter tidak bisa didominasi hafalan, tetapi harus diwarnai dengan contoh perilaku dan keteladanan. Proses pendidikan karakter itu harus dimulai dari ngelakoni, ngerasa dan ngerti. Itu ditegaskan Yudi Latif, M.A., Ph.D., tokoh sekaligus pemikir kebangsaan dalam webinar Pendidikan Karakter gelombang II yang diselenggarakan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNESA pada Jumat, 15 Oktober 2021.
Apa sih sebenarnya karakter itu?. “Karakter gampangnya dipahami sebagai disposition of moral personality,” ujarnya. Karakter selalu diasosiasikan dengan nilai positif dan nilai kebajikan. Perihal nilai yang tertanam dalam karakter harus ‘dicetak’ dalam bentuk perilaku sehari-hari.
Kerangka nilai tersebut bisa dari agama dan yang mempertemukan setiap nilai itu dalam kerangka kenegaraan adalah Pancasila. Selama ini, nilai-nilai agama dan Pancasila satu sisi masih berbasis hafalan dan dibicarakan sampai berbusa-busa, tetapi di sisi lain masih mengalami krisis keteladanan. Harusnya nilai itu ramai-ramai dicetak dalam bentuk perilaku sehari-hari.
Kaitannya dengan perilaku, lanjutnya, manusia memiliki dua sisi kedirian yaitu sisi personal dan publik. Secara personal, setiap orang dilahirkan dengan kecerdasarnnya masing-masing. Setiap orang perlu mengenal diri dan memahami moral purpose atau tujuan moralnya. Jika diberikan kecerdasan dalam bermusik, tentu harus merefleksikan, memahami dan menjadikan kelihaiannya dalam musik itu sebagai jalan moral atau jalan mewujudkan kebermaknaan hidup.
Sehebat apapun potensi seseorang, jika tidak dibimbing oleh nilai moral personal, maka potensi itu tidak akan berkembang maksimal. Sehabat apapun dan sepintar apapun orang kalau tidak jujur, tidak rajin dan tidak bertanggung jawab, potensinya tidak akan membawa maslahat bagi dirinya pun bagi orang lain. “Karakterlah yang memungkinkan potensi diri itu berkembang,” jelasnya.
Setelah mengenal potensi, mengembangkan diri dan menemuka tujuan moral. Maka berikutnya adalah meluapkan karakter personal itu ke dalam lingkungan sosial. Karakter personal harus diarahkan dan membentuk karakter kolektif kelompok dalam lingkungan sosial. Karakter dan moral kolektif nantinya menjadi moral publik dan bisa memengaruhi karakter personal.
“Pribadi yang baik harus didukung dengan lingkungan yang baik pula. Bagaimana lingkungan bisa menjadi baik, ya dari sekumpulan karakter personal yang mewarnai di dalamnya. Lingkungan perlu didesain dan diwarnai nilai-nilai moral kolektif,” terangnya.
Dalam membentuk karakter publik membutuhkan kerangka nilai-nilai Pancasila. Bagaimana Pancasila bisa menjadi basis karakter? Salah satunya bisa lewat optimalisasi pendidikan karakter sejak dini hingga perguruan tinggi. Penulis buku ‘Negara Paripurna’ itu mendukung peta jalan pendidikan Indonesia. Namun, menurutnya masih banyak catatan penyempurnaan.
Salah satu yang ia soroti yaitu tentang Profil Pelajar Pancasila yang menurutnya belum komprehensif. Usulannya, dari sisi diksi, bisa diganti menjadi Profil Pembelajar Pancasila dengan muata berikut; 1) berketuhanan dengan semangat akhlak mulia, 2) cinta tanah air dengan semangat persaudaraan semester, 3) mandiri dengan semangat gotong royong, 4) bernalar kritis-kreatif dengan semangat hikmah permusyawaratan, 5) berkompeten denga semangat pelayanan dan keadilan. “Pancasila adalah titik temu, titik tumpu dan titik tuju kita sebagai bangsa,” tandasnya.
Dalam implementasi pendidikan karakter, ada banyak program yang bisa dilakukan yang mengarah pada kerja experience learning atau dalam bentuk proyek-proyek lewat gugus tugas tertentu. Proyeknya dalam bentuk perilaku langsung atau tidak langsung seperti kerja menaratifkan setiap nilai-nilai Pancasila.
Anak-anak muda misalnya bisa menghadirkan satu alasan mencintai Indonesia dalam bentuk karya nyata, baik lewat video, musik dan bentuk kreativitas lainnya yang bisa menginspirasi dan menumbuhkan rasa cinta tanah air bagi yang lain. “Anak-anak muda bangsa kita harus dididik dan diwarnai dengan laku hidup dan karya-karya kebajikan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Webinar Pendidikan Karakter itu diperuntukkan para mahasiswa penerima beasiswa KIP-K angkatan 2020. Pemateri pada webinar gelombang dua, selain Yudi Latif, juga hadir;
- Fabio Nanda Adinegoro, Duta Anti Narkoba Jawa Timur membawakan materi ‘Peran Serta Mahasiswa Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di Kampus dan Masyarakat.
- RM Wiwied Widodo, S.Hut, M.Sc., Kepala Bidang KSDA Wilayah II Balai Besar KSDA Jawa Timur Ditjen KSDAE, Kementerian LHK yang menyampaika tentang ‘Kontribusi Mahasiswa melalui Pemanfaatan Kampus Hijau’.
- Dr. Heri Santoso, M.Hum., Sekretaris Umum Kajian Pancasila dan Kebangsaan Indonesia bahas seputar ‘Penguaran Ideologi Pancasila di tengah Mahasiswa’.
- Wawan Wardiana, (Plt) Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK paparkan materi tentang ‘Peran Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi’.
- IPTU Hari Suprayitno, SH., MH., Subdit IV Ditintelkam Polda Jatim paparkan seputar ‘Strategi Pencegahan Radikalisme di Kalangan Mahasiswa’.
- Priskilla Narendra Wijaya Koordinator Program Remaja PKBI Daerah Jawa Timur sampaikan tentang ‘Meningkatkan Peran Mahasiswa dalam Pencegahan Kekerasan Seksual dan Bullying’. [Humas UNESA]
Share It On: