Hadir Prof. Chen Jing, Direktur Confusius Institute, sebagai narasumber yang berbagi pengetahuan dan pengalamannya mengenai sastra bangsa Tionghoa. Lulusan Guazhong University itu mengatakan bahwa sastra Tiongkok tidak jauh berbeda dengan sastra Indonesia. Sastra di China atau disebut sastra Tiongkok dulunya diawali dengan keberadaan cerita-cerita rakyat seperti legenda, puisi, dan syair yang selalu mewarnai setiap dinasti di China.
Dengan belajar sastra dapat diketahui bagaimana bahasa dan budaya yang berkembang di China, karena jenis-jenis sastra setiap masa bergantung pada kondisi yang terjadi ketika itu. Secara singkat, sastra di China juga dibagi menjadi beberapa tahap, yakni sastra klasik, sastra abad 19, sastra modern, dan sastra kontemporer.
Pada setiap masa itu pun masih dibagi lagi. Sastra klasik dimulai pada Dinasti Qin, kemudian dilanjutkan Dinasti Tang, Dinasti Song, Dinasti Ming, dan berakhir pada Dinasti Qing. Selanjutnya, sastra abad 19 dimulai dengan runtuhnya Dinasti Qing sampai pada masa perang candu (narkoba). Berlanjut dengan sastra modern yang ditandai munculnya karya sastranya yang bercirikan ideologi untuk menggulingkan kekuasaan kaum feodal, bentuknya karya sastra yang sederhana, dan juga bahasa (kalimat) yang dipakai juga sederhana. Kemudian, dilanjutkan dengan sastra kontemporer yang hingga sekarang ini dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap I (1949 1966), tahap II (1966 1976 ), dan tahap III 3 (1976-sekarang).
Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. mengaku bangga sekaligus senang atas terselenggaranya acara yang bertema "Pendidikan Bahasa Mandarin, Linguistik, Sastra, dan Budaya " itu. Dia berharap agar hubungan antarkedua negara dapat berjalan dengan baik dan semakin terjalin erat. Dia berharap acara tersebut dapat diselenggarakan kembali, setidaknya setiap tahun sekali dan menampilkan seni budaya dari kedua negara.
Selain itu, khusus untuk para mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Mandarin, Muchlas mengharapkan agar para calon guru dari prodi tersebut dapat ditempatkan dan mengajar di sekolah-sekolah yang ada di China. Hal tersebut dapat dilakukan minimal selama 1 semester atau kurang lebih 1-3 bulan. Dengan begitu para mahasiswa atau calon guru tersebut dapat mengetahui dan merasakan secara langsung bagaimana keadaan yang ada di China.(Rizka Amalia_Humas Unesa)
Share It On: