www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA - Para perempuan baik dosen maupun tenaga kependidikan tampak antusias mengikuti pelatihan Ecoprint Batik yang diselenggarakan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) di Auditorium, Lantai 4, Gedung Fakultas Teknik, Kampus Ketintang pada Jumat, 22 Juli 2022.
Ecoprint merupakan pembuatan jenis batik dengan cara merapikan tumbuhan ke dalam kain untuk menciptakan warna serta pola motif yang diinginkan. Prinsip pembuatan bisa melalui kontak langsung antara daun, bunga, batang atau bagian tubuh lain tumbuhan yang mengandung pigmen warna dengan media kain tertentu.
Dra. Urip Wahyuningsing M.Pd., dosen Vokasi UNESA sekaligus pemateri menyampaikan bahwa ecoprint selalu berkembang yang tadinya hanya ponding dan kukus kemudian sekarang muncul teknik baru yang lebih berkelanjutan memanfaatkan alam sehingga tidak mencemari lingkungan.
"Dalam pembuatan desain yang ramah lingkungan, ecoprint tidak hanya menggunakan daun yang masih segar, tetapi daun yang sudah jatuh pun bisa. Daun yang kering dan sudah tidak bisa memunculkan warna dapat ditreatment agar dapat memunculkan warna," ujarnya.
www.unesa.ac.id
Media kain yang digunakan untuk ecoprint memiliki kriteria khusus salah satunya berbahan katun, paris, dan yang paling penting berserat alam agar penyerapan warna lebih cepat. Motif yang dihasilkan bisa macam-macam berdasarkan corak daun yang digunakan.
"Pembuatan motif bisa dengan berbagai cara. Tidak harus rapi atau sejejar. Miring dan acak pun bisa. Justru dengan begitu bisa menghasilkan motif yang estetik," paparnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat batik ecoprint. Pertama, pemilihan kain direkomendasikan berserat alam atau berjenis sutra dan wol. Semakin banyak serat alamnya semakin bagus. Kedua, menggunakan jenis daun. Daun yang tidak mengeluarkan warna bisa ditreatment dengan cara dicelupkan ke dalam air campuran cuka. Ketiga, pada saat gulung antara blangkat dan bahan utama harus lengket.
Cara pembuatan ecoprint cukup sederhana. Kain dicelupkan di air yang tercampur kapur dan cuka. Lalu dibuka dan ditempelkan daun di atasnya. Jika jenis daunnya tidak bisa mengeluarkan warna, maka daunnya dicelupkan ke dalam air larutan cuka. Setelah itu ditutup lagi dengan kain dan dilapisi dengan plastik dan digulung.
Kain tersebut kemudian dimasak selama 1-3 jam agar hasilnya maksimal. Setelah itu masuk tahap pengeringan selama 7 hari. Baiknya kain tidak dicuci terlebih dahulu. Cukup dikeringkan di tempat yang tidak langsung terpapar sinar matahari.
Setelah paparan materi, peserta langsung praktek sendiri membuat batik ecoprint versinya masing-masing. Hasilnya kemudian dinilai oleh tim dalam beberapa kategori. Untuk penataan bola warna terbaik jatuh pada karya Yulianto.
"Sangat menyenangkan karena ecoprint ini termasuk baru. Ini bisa jadi kegiatan bermanfaat untuk mengisi waktu luang. Kan nanti hasilnya bisa dijual atau jadi bingkisan. Saya senang sekali apalagi dapat hadiah. Paling berkesan ketika pemilihan daun dan penyelupannya, termasuk pas narik paralonnya sulit banget sampe dibantu yang lainnya. Harapan dari saya sendiri dapat mencoba lagi untuk membuat ecoprint dari benda-benda yang lain," ujar Mutmainnah, peserta yang meraih juara dua kategori motif abstrak.
Ketua DWP UNESA, Dra. Endah Purnomowati Nurhasan M.Pd., berharap ibu-ibu di UNESA mengerti dan terampil dalam membatik, khususnya ecoprint. Dari keterampilan ini tentu ke depan bisa membuka usaha atau yang sudah mempunyai usaha dapat menambah keterampilan dalam menghasilkan ecoprint yang lebih inovatif dan estetik. (HUMAS UNESA)
Penulis: Nisvi
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi foto reporter Humas Unesa
Share It On: