Membaca dan menulis merupakan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Dengan membaca kita dapat bertemu dengan ilmuwan hebat sedangkan dengan menulis, kita dapat menjadi orang terkenal melalui karya monumental yang dihasilkan dan juga dapat menginspirasi generasi digital. Namun miris, kini budaya membaca dan menulis kian terpuruk. Walikota Surabaya, Tri Risma Harini saat memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) mendeklarasikan Surabaya sebagai Kota Literasi. Sejalan dengan visi ke depan membenahi Surabaya sebagai kota berperadaban, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unesa ingin menyemai budaya literasi melalui workshop jurnalis cilik. Hari ini, Rabu 14 Mei 2014 Workshop menulis bagi jurnalis cilik se-Surabaya berlangsung di Auditorium Leo Idra Ardiana, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unesa di kampus Lidah Wetan, Surabaya. Acara yang mengangkat tema Jurnalis Cilik Berpenakan Kreativitas itu dikhususkan untuk anak-anak SD kelas IV dan V. Hingga saat ini acara yang kali pertama digelar JPBSI ini diikuti 130 siswa dari berbagai SD di Surabaya. Sebanyak 130 siswa itu akan dibagi menjadi 26 kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 5 anak. Dari 5 anak yang ada di tim tersebut memiliki tugas masing-masing. 3 anak meliput berita, 1 anak menulis kreatif (berupa puisi/cerita pendek), dan 1 anak lagi adalah bertugas mendesain mading. Pemateri dalam kegiatan tersebut adalah Fafi Inayatillah (dosen muda Unesa) dan Eko Prasetyo (penulis sekaligus trainer di Sirikit School of Writing). Yang menarik pada workshop ini adalah keterlibatan Himpunan Mahasiswa JPBSI sebagai pendamping siswa. Mereka akan bermain peran dengan skenario yang telah disiapkan tim kreatif pada sesi training of trainer (ToT). Skenario bermain peran itu sengaja dibuat sebagai bentuk pengondisian bagi jurnalis cilik dalam menghadapi suasana riil di lapangan saat peliputan terjadi. Jadi skenarionya, nanti usai materi utama disampaikan, teman-teman dari HMJPBSI ada yang bermain peran mengadakan konferensi pers. Kemudian di sela-sela konferensi pers, ada satu anak dari setiap kelompok yang diajak turun karena ada peristiwa pencopetan. Selang beberapa menit, anak-anak kembali digegerkan dengan adanya peristiwa kecelakaan sehingga satu anak dari tiap kelompok diajak turun juga. Begitulah konsep acara yang dibuat demi setting yang mendekati nyata dan kebermaknaan pembelajaran bagi siswa, ujar M. Bahrul Alam, ketua pelaksana kegiatan ini. (Yusuf Nur Rohman/Byu)