www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA—Hari Teater Sedunia (HTS) atau World Theatre Day diperingati setiap 27 Maret. Tahun ini, hari tersebut masih konsisten mengusung tema “Theatre and a Culture of Peace” atau “Teater dan Budaya Perdamaian.” Dari sejarahnya, HTS diprakarsai Institut Teater Internasional (ITI) pada 1961 dengan tujuan merayakan nilai-nilai penting teater bagi kehidupan.
Pada momentum HTS kali ini, dosen S-1 Sastra Indonesia sekaligus penggagas Teater Kaki Langit Surabaya, Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd., membagikan pandangannya terkait tantangan dan peluang transformasi teater era sekarang dan ke depan.
Pria yang merupakan pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Hankuk University Studies Korea Selatan itu menjelaskan bahwa teater memiliki sejumlah peran penting bagi masyarakat salah satunya sebagai media aspirasi dan komunikasi. Teater merupakan seni pementasan langsung lewat aksi panggung yang direncanakan sehingga mampu menciptakan makna drama yang koheren.
Tantangan Abad Digital
Teater sendiri merupakan salah satu jenis seni pertunjukkan tertua di dunia. Setiap negara memiliki ciri khas pertunjukkan teater yang berbeda-beda. Namun, umumnya pertunjukkan teater menampilkan sandiwara, tarian, dan musik atau suara.
Pada abad ini, teater tentu tidak lepas dari tantangannya sendiri. Pertama, finansial. Teater membutuhkan biaya produksi besar dan tidak mudah memperoleh dana demi melahirkan karya bermutu. Kedua, persaingan dengan industri seni yang lain seperti film, televisi hingga media digital.
Ketiga, perkembangan teknologi yang menawarkan hiburan lain di luar gedung dan panggung. Keempat, minat penonton. Pegiat teater harus bekerja keras menarik minat penonton di samping penonton teater juga memerlukan karya teater yang beragam dengan berbagai jenis pendekatan.
www.unesa.ac.id
Peluang ke Depan
Di samping tantangan tersebut, tentu banyak peluang bagi teater ke depan. Sastrawan penggagas Pentigraf itu membeberkan ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan untuk terus mengembangkan teater di abad digital ini.
01. Teknologi dan Kebebasan Berekspresi
Menurutnya, kemajuan teknologi menjadi peluang bagi dunia teater untuk melakukan sejumlah adaptasi dan transformasi. Media digital bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan karya yang dihasilkan seperti menggunakan efek khusus, animasi, dan interaktif. Selain semakin banyak alternatif untuk berekspresi bagi para pegiat, juga bisa dimanfaatkan untuk menjangkau banyak audiens. Penonton yang awalnya bisa menikmati di panggung, kini bisa menikmati teater secara daring.
02. Kolaborasi Antar Bidang
Selain itu teater kini juga dituntut untuk mampu berkolaborasi baik lintas seniman maupun lintas bidang seperti dengan bidang musik, tari, hingga digital untuk menciptakan karya seni yang lebih beragam dan inklusif bagi masyarakat. Teater harus siap berkolaborasi dengan seniman dari berbagai latar belakang untuk menciptakan karya yang lebih inklusif.
03. Lebih Inklusif
Sastrawan UNESA tersebut juga menyampaikan bahwa usaha untuk lebih inklusif dalam menyajikan karya seni peluang bagi para seniman teater saat ini, mengingat dapat mencakup representasi yang lebih luas dari berbagai latar belakang mulai dari gender, ras, agama, hingga orientasi seksual. “Teater dapat menyajikan pengalaman seni dan budaya yang unik atau autentik bagi penontonnya untuk memperkaya pengalaman penonton tentang seni pertunjukan,” ucapnya.
04. Mendorong Partisipasi Penonton
Terakhir, teater saat ini bisa mendapat banyak partisipasi aktif penonton yang dapat dilakukan seperti melalui pertunjukan interaktif, lokakarya, hingga program pendidikan. Hal tersebut tentu dapat membantu dalam memperkuat hubungan antara teater dengan masyarakat sehingga mampu memperluas dampak karya seni bagi kehidupan manusia.
***
Salah satu komunitas teater yang mulai menerapkan konsep teknologi dan digadang-gadang sebagai pencetus teater digital di Surabaya adalah Teater Kaki Langit. Teater tersebut didirikan Tengsoe Tjahjono pada 1998 bersama para mahasiswanya. Tujuannya menghidupkan seni pertunjukan teater di Unesa Lidah Wetan dan menjadi alternatif mahasiswa selain Teater Institut yang ada di Unesa Kampus Ketintang.
Perwakilan dari Teater Kaki Langit bernama Alif sekaligus alumni prodi S-1 Sastra Indonesia Unesa, menyatakan bahwa Teater Kaki Langit selalu menyesuaikan teater dengan perkembangan teknologi yang ada termasuk merambah pada pembuatan visualisasi puisi digital. Dia mengatakan bahwa dengan tetap berkarya mengikuti perkembangan zaman modern, tidak kolot dan berkolaborasi dengan teknologi mampu mempertahankan sekaligus menjadi ciri khas tersendiri dari seni teater. []
***
Penulis: Azhar Adi Mas’ud
Editor: @zam Alasiah*
Foto : Dokumentasi pribadi teater kaki langit
Share It On: