Unesa.ac.id, SURABAYA-Hari Musik Sedunia atau World Music Day diperingati setiap 21 Juni. Peringatan ini dimaksudkan sebagai wujud penghargaan terhadap para musisi dunia dan kepada musik itu sendiri. Tema yang diusung tahun ini yaitu “Make Music” yang memiliki arti membuat atau menciptakan musik.
Menurut Kaprodi Seni Musik UNESA Moh. Sarjoko, S.Sn., M.Pd., tema tersebut tidak sekadar bermakna membuat musik, tetapi lebih jauh bermakna inovasi dan kreativitas untuk terus memajukan dan memperkaya khazanah musik. Dalam konteks Indonesia, tentu dapat mewarnai dan memperkaya atau memperkokoh tradisi musik tanah air.
“Masik itu seni yang jelas berkaitan dengan kreativitas dan inovasi dari para musisi atau pemusik itu sendiri. Dari tema ini sebenarnya seakan mengajak kita terus menghadirkan musik yang benar-benar tidak hanya sekadar seni yang memiliki nilai estetika atau hiburan, tetapi juga punya peran atau daya dobrak terhadap realitas,” ujarnya.
Secara umum, lanjutnya, musik sangat melekat dengan berbagai aspek kehidupan seperti kerohanian, sosial, bahkan politik. Tidak heran, mendekat pesta demokrasi, banyak yang menggunakan musik sebagai sarana kampanye politik.
Baginya, Indonesia memiliki tradisi musik yang patut dibanggakan. Masing-masing daerah punya kesenian musik dan nilai filosofisnya sendiri yang membedakan dengan daerah lain. Kemudian muncul talenta muda dari berbagai daerah yang turut berperan dalam perkembangan genre dan jenis musik.
Kekayaan potensi tersebut menjadi bekal penting dalam mengembangkan musik tanah air. “Orang mikirnya ya musik sekadar buat hiburan. Namun, musik itu lebih luas dari itu. Musik bisa jadi terapi, bisa jadi karya seni, bisa jadi identitas bangsa dan masih banyak lagi,” paparnya.
www.unesa.ac.id
Pada momentum Hari Musik Sedunia ini, tidak hanya sebagai upaya menyadari arti penting musik dalam kehidupan, tetapi menumbuhkan rasa hormat atau penghargaan kepada para musisi terdahulu. Tidak hanya kepada bapak musik dunia, Johann Sebastian Bach, tetapi juga kepada musisi tanah air seperti Ki Hajar Dewantara misalnya. “Beliau itu selain tokoh pendidikan, juga musisi besar. Setiap pendidikan yang diciptakannya berhubungan dengan seni dan musik,” ungkapnya.
Sarjoko menyoroti ‘tradisi’ cover lagu yang marak terjadi. Menurutnya, cover lagu itu hal yang positif. Namun tetap ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan, di antaranya etika cover yang harus dikedepankan. Selain itu, tradisi cover bagus sebagai proses belajar musik. Namun, akan menjadi tidak bagus jika cover sampai melanggar hak cipta atau yang lainnya.
Semua orang bisa bermusik, bahkan dengan kemajuan teknologi dan internet sekarang membuat siapapun bisa belajar musik secara otodidak. Namun, jika ingin mengembangkan lebih jauh, bisa belajar di lembaga pendidikan formal atau di prodi musik yang tentunya lebih terstruktur, berdasarkan disiplin keilmuan, metode dan kurikulum.
“Semoga peringatan Hari Musik Sedunia ini semakin menyadarkan semua pihak akan makna dan peran musik dalam kehidupan serta menumbuhkan rasa hormat pada musisi terdahulu serta bangga terhadap warisan musik tanah air yang sangat kaya, beragam dan berwarna. Musik tradisional bangsa kita yang berkembang ini adalah bagian dari jati diri bangsa yang patut kita banggakan dan kembangkan,” harapnya. [HUMAS UNESA]
Penulis: Angel Millehelena
Editor: @zam Al’asyiah
foto : 1001indonesia.net
Share It On: