Unesa.ac.id, SURABAYA-Jumlah konsumen digital di Indonesia terus meningkat. Southeast Asia, The Home for Digital Transformation yang disusun Bain & Company didukung Facebook melaporkan jumlah populasi konsumen digital di Indonesia ditaksir tumbuh dari 144 juta pada 2020 menjadi 165 juta konsumen digital pada 2021. Terjadi pertumbuhan sekitar 15 persen dan itu mencatatkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan konsumen digital tertinggi di Asia Tenggara.
Pertumbuhan tersebut menjadi angin segar bagi ekosistem bisnis digital dan ekonomi Indonesia. Namun, di sisi lain juga menjadi problem tersendiri jika tidak didukung dengan peningkatan kesadaran konsumen. Tentu rawan muncul kejadian yang merugikan konsumen. Bisa dalam bentuk penipuan maupun pencurian data pribadi.
Kementerian Perdagangan RI melaporkan, pengaduan konsumen sepanjang tahun lalu mencapai 9.393 pengaduan. Jumlah itu ternyata naik 10 kali lipat ketimbang tahun 2020 yang berjumlah 931 pengaduan. Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) mencatat, sebanyak 8.949 konsumen membuat pengaduan sektor e-commerce.
Pengaduan meliputi sektor makanan dan minuman, jasa transportasi, pembelian barang tidak sesuai kesepakatan, barang tidak diterima konsumen hingga pencurian data pribadi dan penipuan.
Sosialisasi dan Edukasi yang Masif
Menurut Dosen Bisnis Digital Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Hujjatullah Fazlurrahman, SE, MBA., bahwa problem konsumen tersebut bisa disebabkan banyak faktor, salah satunya faktor kesadaran konsumen itu sendiri dalam melakukan transaksi digital.
Dilansir laman Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), tingkat kesadaran dan pemahaman konsumen dan pelaku usaha terhadap perlindungan konsumen masih rendah. Karena itu, lanjut Kaprodi S-1 Bisnis Digital UNESA itu, upaya peningkatan kesadaran sekaligus perlindungan konsumen harus terus dilakukan baik pemerintah, pelaku usaha maupun pihak-pihak lain yang terlibat.
Selama ini, pemerintah memang sudah melakukan banyak upaya termasuk menghadirkan berbagai regulasi hingga pembentukan BPKN. Upaya tersebut perlu ditingkatkan lagi, termasuk sosialisasi dan edukasi harus dimasifkan lagi. Pemerintah tidak bisa jalan sendiri. Namun perlu menggandeng banyak pihak, pelaku usaha, akademisi, komunitas dan lain sebagainya.
"Konsumen memang harus tahu hak dan kewajibannya. Juga, memahami berbagai cara transaksi agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Intinya, konsumen harus cerdas dan bijak. Caranya, literasi digital harus ditingkatkan," ucapnya.
Hari Konsumen Nasional (Harkonas) pada 20 April 2022 ini, lanjutnya, harus menjadi momentum untuk merefleksikan atau mengevaluasi berbagai permasalahan yang membelenggu konsumen belakangan ini. Selain itu, juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran konsumen nasional menuju ekosistem bisnis digital Indonesia yang terus tumbuh, maju dan bersaing.
Tips Konsumen Bijak Jelang Lebaran
Bagaimana kiat menjadi konsumen bijak agar tidak gampang terlena dengan gempuran penawaran utamanya menjelang hari raya idulfitri atau lebaran? 1) menentukan skala prioritas kebutuhan. Hindari membeli barang hanya karena keinginan. Namun belilah karena barang itu benar-benar dibutuhkan; 2) Jika berencana beli suatu produk, carilah informasi detail mengenai produk;
Selanjutnya, 3) Jangan cepat membeli karena penawaran, carilah perbandingan produk termasuk kualitas dan harga dengan produk lain; 4) Membeli sesuai kemampuan dan gunakan kondisi keuangan sebagai acuan; 5) Pastikan produk yang disasar adalah asli bukan barang KW atau tiruan yang mengatasnamakan produk dari brand tertentu. [Humas UNESA]
Penulis: Riska Umami
Editor: @zam*
Share It On: