Sejak bergulirnya program Indonesia Mengajar yang diinisiasi Anies Baswedan, kini makin banyak model pengabdian sarjana di daerah-daerah terpencil. Program SM-3T besutan Kemdikbud, contohnya yang kini menjadi tren di kalangan sarjana muda kependidikan. Ternyata tak perlu jauh di titik-titik perbatasan negeri ini untuk merasakan sensasi SM-3T. Jawa Timur Mengajar menawarkan wisata edukasi ala SM-3T itu. Program insiatif Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF) bersama Unesa itu telah berlangsung satu tahun berjalan. Beragam testimoni tak kalah seru dengan SM-3T pun menyeruak. "Jalan rusak berat di banyak bagian meski beraspal. Naik turun, berkelok-kelok, hutan, lembah, ngarai," kata Bu Lucia yang mendampingi Prof. Lutfiyah saat mengunjungi para peserta Jatim Mengajar tahun lalu. "Serasa di Sumba, jalannya sudah luar biasa, wow lagi," tambahnya sambil tertawa campur ngeri. Menurut Kepala SDN 3 Sendang, Ngrayon, Ponorogo, "Program Jatim Mengajar ini ibarat semilir angin yang menyejukkan. Sekolah ini sangat kekurangan guru. Permohonan bantuan tenaga guru sudah berkali-kali diajukan ke pemda, tapi tidak kunjung terwujud. Kehadiran Rudy sebagai peserta Jatim Mengajar menjadi angin semilir itu, benar-benar memberikan manfaat. Oleh sebab itu, saya berharap, program yang merupakan kerjasama antara Unesa dan YDSF ini bisa terus berlanjut dan sekolah kami tetap dijadikan tempat penugasan," ujarnya berharap amat sangat. Di sekolah ini ada sembilan guru, termasuk Rudy, peserta Jatim Mengajar. Yang sudah PNS 3, yaitu kepala sekolah, guru agama, dan penjaga sekolah. Selebihnya adalah guru tidak tetap (GTT). Lulusan PGSD 1 orang, Pendidikan Bahasa Indonesia 1 orang, Pendidikan Sejarah 1 orang. Sisanya masih kuliah, 2 orang di PGSD UT dan 1 orang di STKIP Ponorogo sedangkan jumlah siswa seluruhnya 75 orang. Rudy bertugas sebagai guru kelas IV. Meskipun Sarjana Pendidikan Sejarah, akhirnya ia juga harus menjadi guru borongan karena berperan sebagai guru kelas, termasuk mengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa. "Dia tampak menikmati tugas akademik dan sosialnya dengan baik, mampu berkomunikasi dan berbaur dengan masyarakat secara luwes. Keberadaannya, menurut kasek dan guru-guru, sangat membantu. Rudy juga mengajar ekstrakurikuler Pramuka dan mengajar mengaji di TPA," ungkap Prof. Lutfiyah, Direktur PPG Unesa yang juga mengoordinasikan program Jatim Mengajar ini. Selama di sini, Rudy tinggal di mes sekolah. Di mes itu disediakan dipan dan kasur oleh kepala sekolah. Untuk makan, Rudy menumpang pada penduduk setempat yang tidak tega melihat Rudy memasak sendiri. "Di tempat ini, air agak susah tapi sekarang karena sudah mulai musim penghujan, air sumber mulai tersedia. Meski begitu, saya mengajukan bantuan pengadaan air bersih ke YDSF. Supaya bisa mengatasi kelangkaan air di musim kemarau," ujar Rudy. Program penempatan sarjana muda kependidikan di daerah terpencil dan tertinggal di wilayah Jatim itu kini memasuki tahun kedua. Prof. Lutfiyah mengajak para sarjana muda kependidikan yang memenuhi syarat untuk turut merasakan empati mengedukasi anak negeri. Kata siapa kondisi minus pendidikan hanya ada di daerah 3T. Di tanah Jawa yang selama ini dianggap maju pendidikannya, ternyata masih ada sekolah yang sangat perlu perhatian. Selamat mengeksekusi kesempatan langkah ini. Program Jatim Mengajar masih membuka pendaftaran hingga esok hari, 6 Agustus 2014. (Byu)