Selain Bulan Bahasa, Oktober identik dengan sumpah pemuda. Betapa tidak, 85 tahun silam putra-putri Indonesia menyatakan bertanah air satu, tanah air Indonesia dan berbangsa satu, bangsa Indonesia. Menyadari pentingnya terus membangun kesadaran berbangsa dan bernegara dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) melalui Dirjen Kesbangpol bersama Lembaga Transformasi (Letram) mengadakan seminar bertajuk Meneguhkan wawasan kebangsaan dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan NKRI di Ballroom Kapas Krampung Plaza. Kemdagri pun kemudian mengajak Unesa untuk berperan aktif dalam memberi pengertian kepada masyarakat multikultural khas perkotaan seperti kota metropolitan Surabaya ini. Unesa pun menugasi Andik Yulianto, pakar semiotika politik yang juga dosen bahasa Indonesia. Dalam paparannya, Andik Yulianto, dosen Unesa yang diundang untuk memberikan pandangannya di hadapan warga multikultural di wilayah Surabaya siang itu (11/10) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia harus makin toleran dengan perbedaan. Kita terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, agama, dan budaya. Satu daerah dengan daerah lain memiliki adat-istiadat yang berbeda. Terlebih beberapa tahun ke depan, kita akan memasuki era global. Orang-orang dari negara lain pun turut meramaikan pasar Indonesia. Karena itu, mari kita jaga kecintaan terhadap negeri ini dengan terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, ucapnya. Selain, pakar semiotika politik dari Unesa itu, seminar Kepemudaan Kemdagri itu juga diisi pandangan dari Robian Arifin, Ketua KPU Kota Surabaya yang memaparkan tentang partisipasi politik segenap masyarakat Indonesia menjelang pemilu 2014. Warga negara yang baik ialah warga negara yang menggunakan hak politiknya karena di situlah sesungguhnya sikap kita untuk turut menentukan nasib dan masa depan bangsa, ujarnya. (Byu)