www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id., SURABAYA–Implementasi pendidikan inklusif perlu ditopang dengan pemahaman yang tepat terhadap esensi pendidikan tersebut. Karena itulah, Prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menggelar Kuliah Tamu bertajuk 'Reimagining Inclusive Education' di Gedung O6 PLB, FIP, Kampus Ketintang, Senin, 13 November 2023.
Kuliah tamu ini dihadiri dua pakar dari Negeri Kanguru yaitu Prof. David Evans, Ph.D., Professor Special Education, Designation Coordinator, Special and Inclusive Education; Dr. Cathy Little, Senior Lecture, Special Education, Executive Director, Initial Teacher Education. Keduanya merupakan pakar pendidikan inklusif dari University of Sydney, Australia.
www.unesa.ac.id
Pada kesempatan itu, Prof David Evans menyoroti pandangan masyarakat mengenai pendidikan inklusif yang terlalu sempit. Apa yang dilihat oleh masyarakat adalah pola pikir keliru dalam memaknai pendidikan inklusif.
“Pendidikan inklusif itu adalah sebenarnya pendidikan yang menyenangkan, pendidikan yang memberikan hak bagi semua orang untuk memperoleh pendidikan. Jadi tidak ada perbedaan,” tukasnya.
Dia menekankan, pendidikan inklusif berlaku untuk semuanya, baik laki-laki maupun perempuan akan mendapatkan hak belajar yang sama. Tidak hanya di sekolah umum, pendidikan inklusif juga bisa diterapkan di Sekolah Luar Biasa.
"Di Australia kita hanya memiliki satu kurikulum untuk semua siswa. Pendidikan inklusif memiliki akses ke semua tingkat pendidikan tanpa diskriminasi,” ucapnya.
Dr. Cathy Little mengatakan, guru maupun calon guru yang berfokus pada pendidikan inklusif, memiliki peran penting untuk mengelola pembelajaran, menghadirkan inovasi-inovasi pembelajaran yang ramah inklusif, dan memberikan partisipasi yang sama kepada semua siswa.
Selain itu, program pembelajaran juga didesain tanpa ada batasan, dan dapat mendobrak paradigma yang bias pada masyarakat. “Dalam setiap pembelajaran harus ada teknologi yang dipakai, agar siswa mudah memahami dan memaknai pengetahuannya,” tuturnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan UNESA Prof. Dr. Budiyanto, M.Pd., mengatakan pandangan masyarakat terkait pendidikan inklusif masih tidak ajeg. Kerapkali perbedaan-perbedaan yang ada dijadikan sebagai pembatas dalam memenuhi haknya dalam pendidikan.
“Ada yang mengatakan bahwa inklusif itu normal dan tidak normal. Untuk saat ini, di Indonesia sudah mulai diterapkan pendidikan inklusif seperti di Australia dengan menyediakan guru khusus atau terapis yang difokuskan di Unit Layanan Disabilitas (ULB),” bebernya.
Pada hakikatnya, lanjut Prof. Budiyanto, pendidikan inklusif di Indonesia tidak langsung bisa diubah, tetapi semua melalui proses. Sehingga pendidikan inklusif di Indonesia ini harus terus dikembangkan dari sekolah normal, sekolah khusus, kemudian baru sekolah inklusif.
“Semua sekolah di wilayah Indonesia diharapkan inklusif supaya ke depannya tidak muncul stigma mana yang sekolah inklusif dan mana yang bukan sekolah inklusif. Tantangannya, meyakinkan masyarakat maupun pemerintah karena diperlukan pemahaman konsep dalam mensosialisasikannya,” terangnya.
Acara tersebut dihadiri Prof. Dr. Budiyanto, M.Pd selaku Koorprodi S-2 Pendidikan Luar Biasa dan mahasiswa angkatan 2021-2023 Prodi Pendidikan Luar Biasa, FIP UNESA. []
***
Reporter: Chantika Toti Yuliandani
Fotografer: Rendy Maulana Yaqin
Editor: @zam Alasiah*
Share It On: