www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA—Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah (HMJBSD), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menghelat kegiatan Kuliah Umum secara luring di Auditorioum, Gedung T-2, FBS, Kampus Lidah Wetan, pada Rabu (7/12/2022).
Kuliah Umum ini menghadirkan, 1) Etnomusikolog sekaligus dosen Seni Musik, UNESA, Joko Winarko, S.Sn., M.Sn., 2) Drs. Sugeng Adipitoyo, M.Si., dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah Unesa, dan 3) Purwanto atau Dalang Poer, dalang, maestro musik Jawa, dan penyanyi asal Ngawi. Moderator yang bertugas yakni Danang Wijoyanto S.Pd., M.Pd. selaku dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah Unesa.
Tema yang diusung dalam kuliah umum ini yakni “Pangrembakanipun Seni Musik lan Seni Swanten Jawi ing Jaman Samangke” (Perkembangan Seni Musik dan Seni Suara Jawa Jaman Sekarang). Acara tersebut merupakan program tahunan HMJBSD yang disiarkan langsung di kanal YouTube @BharadaTV_ID. Peserta yang hadir yaitu mahasiswa aktif JBSD.
Sekretaris JBSD, Latif Nur Hasan, S.Pd., M.Pd., dalam sambutannya mengatakan bahwa kuliah umum ini dimaksudkan untuk membuka diskusi seputar dunia musik Jawa. Seperti yang diketahui, musik Jawa tergolong dalam musik yang digemari masyarakat. Harapannya, kegiatan ini dapat membekali mahasiswa sehingga bisa mengenal dan menjadi penggagas musik-musik Jawa di era sekarang.
Pada kesempatan itu, Joko Winarko berbagi pengalaman tentang perjalanannya sebagai seorang musisi. Sedari kecil ia telah dibesarkan di keluarga seniman Yogyakarta. Sehingga, tuntutan lingkungan membentuk karakter musisinya sedari itu. Di suatu saat, Joko merasa perlu adanya modifikasi dalam bermusik. Alasannya agar musik akan lebih merambah ke masyarakat jika disajikan dalam bentuk yang berbeda. Ia pun mencoba untuk lepas dari pengaruh lingkungan yang dirasa monoton dan mencoba untuk tampil beda sejak itu.
Pengalaman demi pengalaman bermusik banyak Joko lalui setelahnya. Bahkan ia pernah mengemban tugas untuk ‘menata’ musik gamelan di daerah Jawa Timur yang sama sekali belum pernah diketahui sebelumnya. Namun, hal tersebut semakin memacu semangatnya untuk menggagas pengalaman artistik dalam bermusik. Seiring berjalannya waktu, Joko akhirnya bersinggungan dengan dunia musik di tingkat yang lebih kompleks hingga mengantarkannya sebagai seorang etnomusikolog dan kini menjadi seorang dosen.
Musik yang berestetika harus dilandasi wawasan di lingkungan sekitar, seperti fenomena yang ada di masyarakat. Selain itu, musik juga harus melibatkan perasaan, baik perasaan pribadi maupun orang lain. Sehingga, wujud musik akan terkesan hidup dan isinya lebih bersubstansi. “Kesenian bukan tentang target, melainkan bagaimana musik itu dapat menggambarkan suatu keadaan tertentu,” tandasnya.
Sementara itu, Poer mengatakan, musik Jawa kini belum menunjukkan perkembangan secara signifikan. Musik-musik Jawa yang dibawakan oleh penyanyi Jawa kini banyak mengalami kemerosotan. Hal tersebut dikarenakan musik-musik Jawa kini mayoritas berkutat pada unsur romantisme saja.
“Seharusnya musik Jawa sebagai mediator aspirasi. Penggunaan bahasa Jawa di lingkungan desa masihlah pekat dan lebih mudah dipahami oleh kalangan masyarakat. Oleh karena itu, musik menjadi wadah untuk menyampaikan uneg-uneg,” tegas Dalang Poer.
Setelahnya, Dalang Poer turut memainkan beberapa judul lagu ciptaannya seperti: “Kudu Misuh”, “Gang Dolly”, dan lagunya yang paling fenomenal berjudul “Langit Mendhung Kutha Ngawi”. Lagu-lagu yang ia bawakan tersebut merupakan ungkapan keluh kesah masyarakat yang terjadi di lingkungan pedesaan. Para peserta pun saling bergemuruh memeriahkan seisi ruangan. Satu per satu lagu tersebut dibedah oleh Dalang Poer guna mengajak peserta mengetahui apa maksud di balik penciptaan lagu-lagu tersebut.
Sugeng Adipitoyo selaku pemateri ketiga, menjelaskan bahwa genre musik Jawa sangat beragam. Mulai dari keroncong, campursari, koplo, dll. “Kita tak perlu risau lagi dalam memilih mana genre yang cocok untuk lagu ciptaan kita,” ucapnya. Hal yang perlu dipikirkan yaitu bagaimana upaya untuk terus konsisten dalam menciptakan musik Jawa itu sendiri. Sedangkan untuk popularitas sebuah lagu, sepenuhnya di luar kendali kita. “Orientasi dalam penciptaan musik Jawa bukan soal mencapai popularitas, melainkan bagaimana kita mengapresiasi sebuah musik dan mempertahankan progresivitas dari seni musik Jawa itu sendiri,” pungkasnya. [HUMAS UNESA]
***
Penulis: Ahmad Rizky Wahyudi
Editor: @zam Alasiah*
Foto : Dokumentasi Ahmad Rizky Wahyudi
Share It On: