Ketika kreativitas mengalahkan rutinitas, karya kreatif akan meretas tanpa batas. Mungkin kata-kata itulah yang cocok untuk menggambarkan sosok pendidik yang satu ini. Ya, Tjahjono Widarmanto namanya. Ia alumnus jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Surabaya (Unesa, red.) yang sekarang juga sedang melanjutkan studi S-3 di Program Pascasarjana Unesa. Kini ia menjadi guru di SMA Negeri 2 Ngawi, Jawa Timur. Minggu lalu (13/2/2014), namanya diumumkan sebagai pemenang juara I penghargaan sastra untuk pendidik oleh Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Karya sastranya yang berupa kumpulan puisi dengan judul Mata Air di Karang Rindu terbitan tahun 2013 itu dinilai yang terbaik dari karya-karya yang masuk lainnya di panitia dan dinilai oleh tim dewan juri. Pemenang II diraih oleh Dulrokhim (guru SMK Yayasan Pendidikan Pembangunan, Purworejo, Jawa Tengah) yang mengumpulkan karya berupa drama berjudul Bulan Ranai terbitan tahun 2013, pemenang III diraih oleh M. Yusuf Amin Nugroho (guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Wonosobo, Jawa Tengah) yang mengirimkan karya berupa kumpulan cerpen berjudul Gadis Kecil yang Mencintai Nisan terbitan tahun 2012. Penghargaan sastra untuk pendidik ini diadakan Kemdikbud untuk memotivasi para pendidik agar produktif melahirkan karya kreatif bidang sastra, ujar panitia seperti dinukil pada laman Badan Bahasa. Sosok Yon, panggilan akrab Tjahjono Widarmanto ini pada peringatan bulan bahasa Oktober 2013 lalu diulas di majalah Widyawara, majalah Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia. Dari ulasan itu, terungkap bahwa Yon memang piawai membagi waktu, ia tetap menyempatkan menulis setiap hari meski berkutat dengan kesibukan kerjanya sebagai guru. Sosoknya yang aktif, kreatif, dan produktif tergambar pula dari pilihannya untuk melanjutkan studi hingga S-3, bukan untuk apa-apa, ia memutuskan untuk studi lagi karena ia rindu dengan iklim akademik di kampus Unesa. Saya menemukan atmosfer baru di bangku kuliah Pascasarjana Unesa. Menjadi mahasiswa itu memberi warna lain dalam hidup saya. Pengalaman S-1 saya di Unesa cukup mengesankan. Dulu, saya dan kawan-kawan terbiasa membaca teks sastra di lorong-lorong lalu dosen sastra seperti Tengsoe Tjahjono mengomentarinya. Peran dosen memang sangat penting dan kuat untuk menumbuhkembangkan atmosfer sastra di Unesa seperti saat ini, ujarnya. (Byu)