www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Spirit Kartini tidak pernah pudar ditelan zaman. Nilai dan perjuangannya semakin lantang disuarakan bahkan menjadi inspirasi lahirnya Kartini-Kartini masa kini. Terkait Kartini, emansipasi dan peran generasi merupakan isu sentral yang dibahas para narasumber dalam webinar yang diselenggarakan Biro Feminime Departemen Sosial Politik, BEM FISH UNESA pada Minggu, 24 April 2022.
Pembina Ormawa BEM FISH, Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba, S.H., M.H., menyatakan bahwa kegiatan semacam ini perlu untuk diapresiasi. Isu-isu dan soal ketimpangan peran dan posisi antara perempuan dan laki-laki harus terus diangkat dan disuarakan bersama, utamanya pada momentum Hari Kartini. “Tidak ada yang lebih superior antara laki-laki maupun perempuan,” ujarnya.
Mengacu pada perjuangan Kartini, lanjutnya, banyak memberikan teladan untuk generasi berikutnya. Teladan yang bisa diikuti generasi salah satunya minat bacanya yang tinggi sehingga bisa menghasilkan perenungan yang tajam lewat tulisan atau surat-suratnya. Itu yang justru mendobrak berbagai tembok pengekangan perempuan dan menjadi inspirasi emansipasi di tanah air. “Selain membaca tentu banyak yang dilakukan Kartini. Banyak juga yang bisa kita lakukan untuk meneruskan perjuangannya masa kini,” paparnya.
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FISH, Dr. Bambang Sigit Widodo, S. Pd., M. Pd., menyatakan bahwa perempuan harus benar-benar terbebaskan dari otoritas dan kontrol laki-laki. Tidak hanya dalam rumah tangga tetapi juga dalam ranah ekonomi, sosial dan politik yang masih banyak hal yang perlu diperjuangkan. Di negara berkembang, dominasi laki-laki atas perempuan masih tinggi, salah satunya di Afrika.
Perempuan di sana masih banyak yang mengurus rumah ketimbang terlibat di sektor ekonomi. Di negara maju yang sektor industrinya sudah sangat berkembang ternyata muncul paradoks emansipasi perempuan. Prancis misalnya, emansipasi wanita di di sana dinilai sudah melebihi batas, muncul gerakan perempuan yang menolak untuk melahirkan atau menolak untuk menikah karena dinilai akan mengganggu kehidupannya.
Lena Hanifah, P.hD., Dosen Hukum di Universitas Lambung Mangkurat menjelaskan bahwa perempuan selalu dikelilingi pertanyaan terutama kebimbangan terkait masa depannya. Historisnya, emansipasi Kartini dimulai dari munculnya politik etis di Hindia Belanda sehingga Kartini mampu sedikit merasakan mengenyam pendidikan di masa itu. Hal ini tidak terlepas dari keluarganya yang merupakan seorang bangsawan, sedangkan di bawah sana rakyat jelata masih belum bisa merasakan pendidikan.
Kartini sendiri meskipun memiliki previlege sebagai putri bangsawan, tetapi ia tetap merasakan keterbatasan akan akses pendidikan. Hal lain yang dihadapi Kartini yaitu diskriminasi berbalut tradisi dan budaya masyarakat saat itu seperti kawin paksa, ketimpangan hak dan kewajiban dalam pernikahan dan poligami. “Perempuan dan laki-laki memang setara, tetapi tidak bisa diperlakukan sama, hal ini karena masalah dan biologis perempuan berbeda dengan laki-laki,” paparnya.
Founder Ibuku Sekolah Lagi ini menambahkan, banyak masyarakat atau pihak yang cenderung meremehkan perjuangan Kartini karena tidak berjuang secara langsung turun di medan perang seperti pejuang perempuan lain. Perjuangan Kartini tidak perlu diragukan, karena Kartini berjuang dalam dimensi lain yaitu dalam isu-isu yang ia perangi, sehingga dengan perjuangannya tersebut mampu menginspirasi perempuan-perempuan lain.
“Semangat emansipasi wanita yang disuarakan Kartini ikut menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia untuk selalu berkarya dan berperan bagi kemajuan bangsa. Melalui tulisannya, perjuangannya, buah pikirannya dan jalan hidupnya, sosok Kartini meninggalkan makna tersendiri bagi perempuan Indonesia,” ujar Rinda Rachmawati, S. Pd., selaku Founder Puan Cilacap.
Bagian dari semangat perjuangan Kartini, pemberdayaan perempuan memang harus menjadi perhatian. Sesama perempuan harus saling memberdayakan dan saling menguatkan satu sama lain dalam berkarya dan berkontribusi untuk Tanah Air. “Ada banyak jejak Kartini masa kini yang bisa menjadi teladan, mereka ada yang jadi pejuang ekonomi keluarga, berperan di ranah politik, pejuang pendidikan hingga UMKM. Perempuan harus cerdas dan berdaya. Tentu punya peran dalam masyarakat, bangsa dan negara,” pungkasnya.
Muhammad A. Na’im selaku Ketua BEM FISH menyatakan bahwa kegiatan ini harus dilaksanakan, karena banyak orang yang masih lupa pada jasa-jasa para perempuan serta masih belum mendapatkan hak-haknya. “Perempuan selalu menjadi nomor dua, termasuk bidang politik. Padahal perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, bahkan modernisasi zaman terkadang semakin menyudutkan perempuan, sehingga BEM FISH berupaya untuk mengangkat isu emansipasi wanita khususnya sebagai pembangun semangat generasi muda, salah satunya melalui webinar hari ini,” tuturnya. (Humas UNESA)
Penulis: Muhammad Azhar Adi Mas’ud
Editor: @zam*
Share It On: