www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id. SURABAYA--Sekolah Pascasarjana bersama Confucius Institute (CI) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menggelar sarasehan penguatan kompetensi pengajar bahasa Mandarin dari Tiongkok di Kantor Confucius Institute, Kampus Moestopo, Surabaya, pada Sabtu, 11 November 2023.
Direktur Confucius Institute UNESA, Sueb, S.Pd., M.Pd., menyampaikan jika program ini merupakan PKM Internasional Pascasarjana UNESA yang melibatkan CI UNESA dan Central China Normal University (CCNU).
Ke depan, para guru bahasa Mandarin yang didatangkan langsung dari Tiongkok tersebut mendapat pelatihan dan pengetahuan tentang Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA).
Selain itu mereka nantinya juga dibekali secara akademik tentang penjaminan mutu, pendekatan budaya, cara melakukan monev di setiap akhir semester, hingga cara mengembangkan media teknologi Augmented Reality (AR) berbasis budaya.
www.unesa.ac.id
Direktur CI tersebut menegaskan, Confucius Institute UNESA merupakan yayasan internasional Pemerintah Tiongkok yang memiliki misi di bidang pendidikan dan kebudayaan, khususnya kebudayaan Tiongkok dan Indonesia.
Senada, Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Pascasarjana UNESA, Dr. Harmanto, S.Pd., M.Pd., dalam sambutannya menyampaikan target yang perlu dicapai setelah kegiatan ini yaitu berupa pemberian program BIPA untuk pengajar bahasa Mandarin dari Tiongkok.
"Sehingga ketika mereka nanti kembali ke negara asal tidak hanya membawa bekal saja, melainkan membawa gelar S-2," ucap Harmanto.
Koordinator Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Prof. Dr. Anas Ahmadi, S.Pd., M.Pd., pada kesempatan itu hadir sebagai pemateri. Dia menjelaskan perihal ‘Pembelajaran Bahasa dan Budaya Mandarin: Perspektif Cross Cultural Understanding’.
Menurutnya, banyak istilah kata dalam bahasa Indonesia yang diadopsi dari bahasa Mandarin seperti bakmi, bakwan, pingpong, bakpao, kwetiau. Bahkan ada juga kalimat sapaan cici dan koko bagi mereka yang memiliki darah campuran antara Indonesia dan Tiongkok yang disebut sebagai Chindo.
Bahasa-bahasa serapan tersebut tentunya masuk dari banyaknya masyarakat Tionghoa yang datang ke Indonesia ribuan tahun lalu. Kemudian banyak juga budaya yang terakulturasi seperti barongsai, makan pakai sumpit, keyakinan atau religi, makanan, fashion, gaya arsitektur bangunan yang menyerupai gaya bangunan Tionghoa, hingga budaya pernikahan antar-orang pribumi dan orang Tiongkok.
Lalu dari segi filsafat juga ada istilah yang menyebutkan ‘tuntutlah ilmu sampai ke negeri China’. Itu semua merupakan wujud keterkaitan Indonesia dan Tiongkok secara bahasa dan budaya.
Setelahnya dilanjutkan dengan pemaparan soal Augmented Reality as a Learning Media oleh Prof. Dr. Suparji, M. Pd; Dr. Arie Wardhono, S.T, M.MT., ph.D; Dr. Meini Sondang Sumbawati, M.Pd; Dr. Yeni Anistyasari, M.Kom. Dalam sesi ini dibahas soal pembelajaran lintas budaya dan media augmented reality, serta cara seseorang berinteraksi dengan aplikasi seluler dan grafis visual menggunakan aplikasi Rupiah Wonderful Indonesia besutan Bank Indonesia.
Pemaparan dilanjut oleh Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Pascasarjana Unesa, Dr. Harmanto, S.Pd., M.Pd., yang membahas soal standar mutu pendidikan yang ada di Indonesia bagi pengajar bahasa Mandarin.
Lebih lanjut dia menjelaskan terkait memetakan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, membuat perencanaan peningkatan mutu yang dituangkan dalam rencana kerja sekolah, melaksanakan pemenuhan mutu dalam pengelolaan satuan pendidikan dan proses pembelajaran, melakukan monev proses pemenuhan mutu yang telah dilakukan, hingga menyusun strategi peningkatan mutu berdasarkan hasil monev.
Dalam serangkaian sarasehan itu juga ada pelatihan penulisan jurnal ilmiah bereputasi. Lalu ada PKM peningkatan kemampuan pengajar asal Tiongkok dalam menyusun penelitian tindakan kelas, dan Pelatihan Quality Assurance Bagi Guru Asing Bahasa Mandarin. []
Reporter: Saputra
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas
Share It On: