Membentuk karakter sejak dini oleh orang tua dibutuhkan ketelatenan dan penyesuaian terhadap anak secara benar. Didikan keras secara fisik dan psikis telah berhasil dilakukan kedua orang tua Dr. Mastur Riadi, M.Pd. semenjak kelas 1 SD. Keterbatasan ekonomi, pendidikan formal orang tuanya serta kondisi lingkungan alam merupakan akumulasi faktor yang telah menempah hidupnya menjadi seorang petualang, tampil hidup sederhana, dan bermental pantang menyerah. Petualang kelahiran Bungtiang, Lombok Timur, NTB pada 31 Desember 1969 merupakan dosen IKIP Mataram pada tahun 2002 dan diangkat PNS pada tahun 2005, sekarang ia mengabdi di Dikpora (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga). Tidak menyiakan kesempatan dan puas akan karirnya, dia tidak mau setengah setengah dalam berjuang untuk mendapatkan tugas belajar dari Bupati, ia segera melanjutkan studi S-2 dan S-3 di Unesa. Memilih Unesa sebagai ladang ilmunya merupakan suatu tantangan bagi Mastur. "Saya pilih Unesa karena studi di Unesa terkenal sulit selesai. Justru ini yang membuat saya tertantang untuk mematahkan mitos tersebut," ujarnya. Keberhasilannya menjadi wisudawan terbaik S-3 dengan IPK 3,79 tidak semudah seperti membalikkan tangan, banyak perjuangan yang telah ditempuh di antaranya semasa sekolah di Sekolah Guru Olahraga (SGO) selalu mendapat ranking 1 dan bahkan juara umum selama 3 tahun, menempuh pendidikan S-1 jurusan Penjaskes di IKIP Mataram lulus terbaik dan tercepat dengan predikat cumlaude, S-2 Pendidikan Olahraga di Unesa masuk 2009 lulus tahun 2011, dan S-3 Ilmu Keolahragaan di Unesa, masuk 2011 selesai 2014. Hari ini,Sabtu (21/6/2014) ia diwisuda. Disertasi yang diangkat berkaitan dengan latihan beban (weight training) merupakan salah satu macam latihan terbaik untuk meningkatkan kebugaran atau kemampuan fisik dan psikis seseorang, baik pria/wanita, tua/muda, atlet/bukan atlet. Dia berpesan bahwa latihan beban juga sangat baik untuk membentuk tubuh sesuai keinginan. Oleh karena itu, agar psikis dan fisik seimbang, perlu pula rutin berolahraga. Jauh dari keluarga bukan persoalan bagi petualang yang memiliki 2 orang putra dan 2 orang putri ini. Semua keluarga mendukung perjuangannya dalam studi selama ini sehingga membuat Mastur berprinsip akan kunci kesuksesannya bahwa perjuangan, kejujuran, kedisiplianan, rendah hati, dan sadar diri tidak ada apa-apanya tanpa kehendak Allah SWT, maka berdoa adalah keseimbangan yang harus berjalan selaras dengan usaha. Mengabdi kepada Allah dengan selalu menuntut ilmu yang bermanfaat sepanjang hayat, menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang banyak merupakan motivasi perjalanan karirnya menjadi sukses sampai saat ini. "Semakin saya gali semakin luas dan semakin banyak yang saya belum tahu. Saya hanya ingin selalu berusaha menjadi orang yang semakin lebih baik dan lebih banyak manfaat bagi orang banyak. Tentu gelar yang saya sandang ini menjadi tongkat bagi saya untuk selalu berusaha lebih baik," ujarnya. Hal yang tidak akan bisa dilupakan saat Mastur harus kembali ke Mataram ialah di Unesa para dosen sangat dihormati, dia merasa seperti anak kecil jika berhadapan dengan para dosen. Jauh dari keluarga serta banyak tugas kuliah sering membuat ia tertekan, namun ia punya cara unik sendiri dalam mengatasinya yaitu jogging pagi di sekeliling kompleks kontrakan, serta sore hari ia fitness dan berkebun di tanah kosong samping kontrakan. Ia memaparkan semangat yang selama ini terbentuk berkat orang-orang yang mendorong dirinya untuk gigih dalam studi dia adalah Prof. I Ketut Budayasa, Ph.D., Prof. Dr. Toho Cholik Mutohir dan dosen Unesa lainnya beserta staf, bahkan satpam dan tukang kebun pascasarjana yang semuanya dekat dengan dia. Di akhir obrolan Reporter Humas Unesa melalui dunia maya, dia sempat mengungkapkan sebuah doa dari Mataram. "Semoga jasa mereka tercatat sebagai amal ibadah dan Allah memberi kebaikan baginya di dunia dan akhirat," ungkapnya.(Chandra Kirana/Wahyu/Byu)