Perjuangan yang ditempuh lulusan kelahiran 6 Februari 1989 untuk menyandang predikat tersebut tidak mudah. Hal tersulit baginya ialah ketika mendapat restu dari orangtuanya untuk mengabdi di daerah 3T. Orangtuanya tidak rela melepaskan Siti mengabdi, apalagi dengan berita-berita miring tentang SM-3T. Beruntung, tetangga kampungnya bernama Tari yang adalah alumnus SM-3T angkatan pertama, membantunya.
Akhirnya, setelah diyakinkan bahwa SM-3T tidak seburuk itu, ayah dan ibunya mau melepaskan Siti mengabdi di Desa Tuna, Kecamatan Mempawang Hulu, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. "Saya meyakinkan orangtua bahwa SM-3T ini mulia karena tugas negara," kenangnya.
Pernyataan tersebut ternyata benar ketika wanita yang selalu tampil dengan berjilbab ini sampai di lokasi. TK tempatnya mengajar kondisinya memprihatinkan. Tidak seperti umunya TK-TK kota besar di Pulau Jawa, sekolah tempat ia mengabdi tidak terdiri atas kursi warna-warni, alat peraga pendidikan, dan dinding bergambar. Malahan, dinding-dinding sekolah itu bolong-bolong, dan kebanyakan anak di sana belajar hanya dengan buku yang sudah usang.
Di tambah lagi, di sana, ia harus membangkitkan semangat anak-anak desa yang kebanyakan tidak mau bersekolah sebab berpikiran bahwa sekolah itu tidak menyenangkan. Namun, dengan kerja keras dan kesabaran, melalui metode mengajarnya yang mengandalkan banyak permainan, hingga menjemput dan mengantar murid-muridnya setiap hari, Siti mampu mempertahankan sebanyak 16 anak didiknya untuk mau semangat bersekolah.
"Saya senang, akhirnya anak-anak mau bersemangat belajar. Saya sampai digandoli (dipertahankan) agar tidak pulang," kisahnya.
Namun, bagaiamana pun, Siti ini tetap harus pulang untuk melanjutkan studi di Program Pengembangan Profesi Guru (P3G) di Universitas Negeri Surabaya. Selama mengikuti program PPG sampai akhirnya diwisuda pada Yudisium ke-3 P3G, Sabtu (20/2/2016), putri daerah Jawa Tengah ini mengaku senang akan prestasinya mendapat nilai tertinggi. Nilai tersebut merupakan nilai akumulatif dari nilai asrama, nilai workshop, nilai Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), nilai Ujian Tulis Lokal (UTL), dan Ujian Tulis Nasional (UTN). Ditanya soal keberhasilannya, Siti menyebut bahwa yakin dan percaya diri adalah kuncinya. Di samping itu, ia juga punya cara belajar "wayangan", yaitu lebih serius ketika belajar malam saat suasana lebih tenang dan lebih banyak istirahat ketika siang yang hiruk-pikuk.
Ke depan, Siti berencana kembali mengabdi di daerah tertinggal melalui program Guru Garis Depan (GDD). "Orang tua yang sebelumnya tidak merestui saya mengabdi ke daerah tertinggal sekarang jadi mendukung. Saya memantapkan diri untuk ikut GGD," tandas alumnus SM-3T angkatan ke-3 itu. (dan/pas/SR/Humas)
Share It On: