Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa Universitas Negeri Surabaya kiranya dapat berbangga hati dengan salah seorang mahasiswanya yang memiliki talenta luar biasa di bidang tarik suara, khususnya dalam menyanyikan gendhing-gendhing Jawa. Suara emas yang dimiliki membuatnya sering diminta untuk mengisi acara kampus, bahkan sampai on air di TVRI. Tak heran bila ia diminta untuk rekaman dengan penyanyi campursari papan atas, Didi Kempot.
Laily Dyah Rahmatika, begitulah namanya. Mahasiswi semester empat di Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa Universitas Negeri Surabaya ini mungkin sudah bisa dikatakan seorang artis. Mengapa tidak, intensitas manggung gadis berumur 20 tahun ini sangatlah padat, baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Di dalam kampus sendiri ia sudah sering diundang pada acara rektorat, fakultas, jurusan, sampai acara pribadi dosen. Sedangkan di luar kampus, Laily, begitu nama panggilannya, sudah ditetapkan untuk live on air tvri secara berkala setiap dies natalis Unesa berlangsung. Apalagi job-job manggung dari rekan atau sahabat juga tidak terhitung jumlahnya.
Laily mulai menyanyi sejak umur empat tahun. Walaupun lahir di Tegal, namun masa kecil ia habiskan di Kota Ponorogo. Sekolahnya pun tidak di sekolah seni. Setelah menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Somoroto, Laily pun meneruskan pendidikan lanjutan ke SMP Negeri 1 Ponorogo, lantas mengambil pendidikan menengah di SMA unggulan di kota itu, SMA Negeri 1 Ponorogo. Memang, selama di sekolah ia selalu aktif dalam ekstrakurikuler seperti karawitan, seni vokal, dan seni tari, sehingga tidak heran jika bakat seninya semakin terasah.
Waktu kecil dulu saya sering menyanyi dan menari pada acara yang diadakan lembaga-lembaga pendidikan. Tanpa memikirkan rasa malu, saya berusaha tampil dengan percaya diri, ungkap gadis yang tinggal di Jalan Brigjen katamso 58, Dusun Cuwet, Desa Plosojenar, Kecamatan Kauman Somoroto, Kabupaten Ponorogo itu.
Rasa cintanya untuk menyanyi semakin tinggi saat ia mulai berkenalan dengan gendhing-gendhing Jawa. Ketertarikannya pada budaya Jawa tidak mampu dijelaskan oleh kata-kata, apalagi saat ia menyanyikan lagu-lagu Jawa tersebut. Menjadi sinden pun juga dilakoni, yang paling sering adalah bersama dengan dalang-dalang dari Ponorogo, seperti Sentho Yitno Carito, Yatno Gondo Darsono, dan masih banyak lagi. Laily pernah mencoba untuk menyanyi ke aliran musik lain seperti pop, dangdut, dan nostalgia, namun kepuasan batin yang didapatkan tidak setinggi saat menyanyikan gendhing-gendhing Jawa.
Saya sangat cinta budaya Jawa, karena melalui kesenian ini saya bisa berkarya, berprestasi, dan membuat bangga keluarga, tambahnya.
Sebenarnya keluarga Laily bukan tergolong keluarga seniman. Kecintaan keluarga Laily yang juga pada seni membuat mereka mendukung penuh apa yang menjadi profesi Laily sekarang. Bagi Laily, keluarga adalah sumber semangat yang tak ada habisnya.
Penyanyi yang menyukai gendhing Langgam Sewindhu ini berada di puncak ketenarannya saat berduet dengan Didi Kempot untuk album pertama Kurnia Record Kabupaten Ponorogo yang sekarang kasetnya sudah beredar. Single yang diusung berjudul Priya Ponorogo . Ia berharap single tersebut mampu merambah pasaran.
Namun saat ditanya tentang impiannya, Laily belum ingin menjadi penyanyi. Saya ingin menjadi seorang guru yang bisa mengajarkan budaya Jawa secara baik dan asli. Baik secara benar, dan asli budaya Jawa tanpa asimilasi budaya luar, ungkap Laily penuh harap.
Untuk mencapai target tersebut, Laily berusaha mencari pengalaman sebanyak-banyaknya tanpa mengganggu kuliah. Ia akan lebih senang jika hasil jerih payahnya selama ini dapat menyokong pendidikannya kelak. Ini sesuai dengan motto hidupnya, hidup adalah jalan untuk meraih prestasi, ungkap gadis yang juga seorang atlet panahan itu (San/syt).
Share It On: