Kuliah tamu bersama Assoc. Prof. Colin Stanley merupakan realisasi dari program kerja sama UNESA dengan Namibia University of Science and Technology (NUST).
Unesa.ac.id. SURABAYA—Universitas sebagai pusat keilmuan dan inovasi memiliki peran strategis dalam menggali solusi atas tantangan yang dihadapi masyarakat. Dengan menjalin hubungan erat dengan komunitas, riset yang dihasilkan dapat lebih relevan, aplikatif, dan mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat.
Kolaborasi ini juga membuka ruang untuk pengembangan teknologi, peningkatan kualitas hidup, dan pemberdayaan masyarakat berbasis data dan ilmu pengetahuan.
Hal itulah yang dibahas dalam kuliah tamu Universitas Negeri Surabaya (UNESA) bersama Assoc. Prof. Colin Stanley, Acting Deputy Vice-Chancellor: Research, Innovation, and Partnerships, Namibia University of Science and Technology (NUST).
Kuliah yang berlangsung secara daring pada Senin, 9 Desember 2024 ini mengusung tema “Strengthening University and Community Partnership through Research and Innovation.”
Dalam paparannya, Colin Stanley menyebutkan, tingkatan partisipasi komunitas dalam penelitian mencakup empat tahap. Pertama, sebagai informants, yaitu komunitas menjawab pertanyaan dari peneliti.
Kedua, informed participants, komunitas diberikan informasi tentang konteks yang lebih luas dan dapat mengajukan pertanyaan serta memberikan saran.
Ketiga, validators, yang menggambarkan komunitas berperan memberikan saran, rekomendasi, dan validasi. Keempat, co-researchers, di mana komunitas mengambil alih sebagian kepemilikan terhadap agenda dan aktivitas penelitian.
Ia juga memperkenalkan audiens pada dua paradigma utama dalam penelitian, yaitu pragmatisme dan afrocentrisme, yang menawarkan perspektif berbeda tentang cara memahami dan memecahkan masalah.
Paradigma pragmatisme, menurutnya, memandang realitas sebagai sesuatu yang fleksibel dan berubah sesuai manfaatnya.
“Dalam pragmatisme, metode terbaik adalah yang efektif dalam menyelesaikan masalah, seperti melalui pendekatan Research through Design (RtD) yang menggabungkan berbagai metode kualitatif,” ungkapnya.
Sebaliknya, afrocentrisme berakar pada pengalaman hidup komunitas dan menempatkan komunitas sebagai pusat kebenaran dan validasi. Afrocentrisme mengutamakan prinsip-prinsip seperti harmoni, berbagi, dan cinta, yang diwujudkan melalui metode penelitian seperti Community-Based Co-Design dan Action Research.
"Kami melibatkan komunitas secara langsung melalui cerita, prototipe, dan diskusi mendalam untuk memastikan solusi yang kami tawarkan benar-benar relevan dan bermanfaat,” tambahnya.
Asrori, Kepala Subdirektorat Urusan Internasional UNESA, menyebut pentingnya kolaborasi antara universitas dan masyarakat untuk menciptakan solusi berbasis penelitian yang relevan dengan kebutuhan komunitas.
Penelitian yang bermakna tidak hanya dihasilkan dari laboratorium, tetapi juga dari dialog yang mendalam dengan masyarakat. "Melalui kemitraan ini, kami berharap dapat mewujudkan inovasi yang tidak hanya akademis tetapi juga berdampak nyata bagi komunitas," harapnya.
Sebagai tambahan, kegiatan ini juga didukung oleh peran aktif sejumlah co-host, yaitu Universitas Hasyim Asyari, Universitas Islam Kadiri, Universitas Dinamika, dan Universitas PGRI Adi Buana.
Kolaborasi ini memperkuat tujuan acara untuk memperluas wawasan dan jejaring, serta membangun sinergi antar perguruan tinggi dalam menciptakan penelitian dan inovasi yang berdampak nyata bagi masyarakat.[*]
***
Reporter: Muhammad Dian Purnama (FMIPA)
Editor: @zam*
Foto: Tim HUMAS UNESA
Share It On: