www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, Surabaya-Tingkat literasi digital Indonesia memang masih menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak. Atas dasar itulah, Kompas bersama Pertamina dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA) mengadakan Seminar Literasi Digital dengan tema “Labirin Informasi, Tersesat atau Melesat?” di Auditorium Lantai 11, Gedung Rektorat Kampus Lidah Wetan, Surabaya pada Rabu, 11 Januari 2023.
Acara yang dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd. Dia mengatakan, kemajuan teknologi dan tingginya penggunaan perangkat digital harus didukung dengan peningkatan literasi digital. UNESA, lanjutnya terus melakukan berbagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran digital tersebut.
“UNESA punya mata kuliah Literasi Digital yang berlaku untuk semua mahasiswa. Kami pun memiliki Pusat Studi Literasi. Ini adalah pusat studi yang pertama di Indonesia dan sekarang menjadi rujukan termasuk untuk GLS (Gerakan Literasi Sekolah),” bebernya.
Pakar linguistik itu menambahkan, UNESA tidak bisa jalan sendiri, tentu butuh sinergi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan literasi digital di Indonesia. Menurutnya, setidaknya ada tiga strategi yang bisa dilakukan, gerakan inisiasi literasi digital nasional yang mampu menjangkau seluruh kalangan masyarakat terutama mereka yang terhambat mengakses teknologi komunikasi dan informasi.
Selain itu, diperlukan pendekatan yang berbeda untuk segmen masyarakat yang berbeda. Karena itu diperlukan roadmap untuk memetakan tingkat literasi masyarakat. Selanjutnya, perlu adanya kebijakan untuk mendorong literasi digital yang lebih masif termasuk memasukan literasi digital sebagai bagian dari kurikulum kampus, sekolah formal maupun nonformal.
Salah satu pemateri, Dr. Alim Sumarno, M.Pd., dari Pusat Studi Literasi UNESA mengungkapkan bahwa hoaks ternyata sudah lebih lama dari kejahatan lainnya. Hoaks terus bertransformasi dalam berbagai jenis dan bentuk hingga era post truth atau pascakebenaran.
“Menurut para ahli termasuk Steve Tesich, post truth ini artinya keadaan di mana masyarakat tidak terlalu peduli lagi dengan kebenaran. Kita tidak peduli apakah kejadian atau informasi ini benar atau salah itulah kondisi pascakebenaran itu,” paparnya.
Dia menambahkan, media sosial yang banyak menyebarkan informasi hoaks di Indonesia yaitu Youtube, Whatsapp, Instagram, Facebook hingga Twitter. Kemudian, hoaks banyak berkaitan dengan isu politik, lalu disusul isu pemerintah dan kesehatan. “Apalagi ini mau tahun politik itu pasti meningkat angkanya,” bebernya.
www.unesa.ac.id
Pendidikan yang tinggi, lanjutnya, tidak menjamin kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi informasi hoaks yang berseliweran di dunia maya. “Ada beberapa cara untuk mengecek informasi, salah satunya bisa mengeceknya di laman www.kominfo.go.id baru di belakangnya Anda menulis mau mengkonfirmasi apa,” jelasnya.
Sementara itu, Haryo Damardono Waredpel Kompas menjelaskan informasi yang berseliweran di luar sana sangat amat banyak. Bahkan, pihaknya sempat mengeluarkan edisi khusus “Melangkah di Tengah Labirin Informasi”. “Melihat data, dari waktu yang digunakan untuk internet, Indonesia masuk 9 besar dunia,” ucapnya.
Tidak ada yang salah dengan digitalisasi. Ada banyak manfaatnya di berbagai aspek di antaranya e-commerce mengalami perkembangan luar biasa ditambah dengan perkembangan aspek lainnya. Namun, persoalannya rawan pencurian data pribadi, manusia jadi komoditas, gangguan mental, hoaks merebak dan demokrasi terancam.
Acara ini dihadiri juga Agus Sudaryanto, Manajer Communication Relations dan CID Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina, Yosep Wilhelmus Nabu, Head of Product Development, dan Ayu kartika Indrarti, Senior Staff to Deputy Publisher dan jajaran dekan, dosen dan mahasiswa selingkung UNESA.
***
Penulis: Fatimah Najmus Shofa
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas UNESA
Share It On: