www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA—Mahasiswi merupakan salah satu kelompok yang rawan disusupi paham radikalisme. Itu disampaikan Brigjen. Pol. Tubagus Ami Prindani, S.I.K., Direktur Pencegahan Densus 88-AT Polri saat mengisi materi dalam Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada Rabu 24 Agustus 2024.
Dia menambahkan, banyak cara penyebaran paham radikal dan terorisme, mulai dari kajian agama, hubungan keluarga, bahkan media sosial. Pihaknya menilai, penyebaran radikalisme di media sosial memiliki kerawanan yang lebih besar dibanding media konservatif lainnya karena bersifat terbuka dan nyaris tanpa saring.
Laporan We Are Social menunjukkan, pada Januari 2023 jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang. Dari sisi usia, pengguna aktif media sosial didominasi generasi milenial dan generasi z. Kelompok mahasiswa juga masuk di dalamnya.
Kebiasaan tanpa menyaring bisa membuat penyebaran paham radikal cepat meluas. Masyarakat, terutama mahasiswa harus waspada dan berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan berita yang tidak bisa dipastikan tingkat kebenarannya.
“Sempat ditemukan kasus fenomena mahasiswi terlibat dalam terorisme di salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia. Kasus itu sangat kompleks pasalnya pelaku tidak pernah bertemu dengan kelompok radikal, tetapi terdoktrin paham radikal melalui media sosialnya,” bebernya.
Radikalisme dan terorisme sangat berbahaya bagi kemanusiaan dan keutuhan suatu negara. Dia menyebut data yang sangat mencengangkan. Sampai tahun ini, Warga Negara Indonesia (WNI) telah membakar identitasnya untuk bergabung dengan kelompok radikal di luar negeri. Jumlahnya tak main-main, ada sekitar 500-600 WNI yang menjadi orang tanpa kewarganegaraan (stateless) dan menjadi anggota kelompok radikal.
“Sebenarnya terorisme itu tidak serta merta terjadi begitu saja. Dia itu punya proses dari paham intoleran yang menumbuhkan sikap radikal. Dari sikap itulah kalau dibiarkan akan membuahkan sebuah aksi teror untuk menyakiti orang agar tujuannya tercapai,” bebernya.
Menurutnya, bentuk karakter paham intoleran dan radikal yaitu sebanyak 24 dan 10 karakter terorisme. Menurutnya ada satu kategori terorisme yang dikatakan sangat bahaya, yakni karakter yang sangat mudah untuk mengkafirkan dan mengharamkan orang lain. “Saking kuatnya bahkan orang tuanya sendiri yang melahirkan, mengurus, dan membesarkan itu dikafirkan,” tambahnya.
Jaringan teroris di dunia sekarang tidak pandang bulu bahkan melibatkan wanita dan anak-anak. Keterlibatan kelompok itu dipilih karena lebih mudah untuk berkamuflase dan tidak mencurigakan, sehingga sering digunakan oleh beberapa kelompok radikal dalam aksinya.
Pada pemaparannya, ia menambahkan di Indonesia telah ditemukan belasan kelompok teror terbesar. Paham anti-radikalisme menjadi suatu keharusan untuk melindungi masa depan pendidikan dan mewujudkan lingkungan kampus yang aman dan inklusif. Dia mendorong mahasiswa menjadi bagian dari garda depan gerakan anti-radikalisme di kampus dan masyarakat.
Tambahan, Direktur Pencegahan Densus 88-AT Polri, PKKMB FEB UNESA juga menghadirkan sejumlah pembicara lain untuk membangkitkan semangat, pemahaman dan kesadaran mahasiswa baru. Mereka adalah Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki; Direktur Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi; Wakil Sekretaris BPET MUI, Dr. Najih Arromadloni; Kadispendik Jatim Aries Agung Paewai; dan Pendiri Ecoton, Prigi Arisandi, M.Si. [*]
***
Penulis: Mohammad Dian Purnama
Foto: Dokumentasi Tim PKKMB FEB
Share It On: