Organisasi mahasiswa yang merupakan jembatan antara mahasiswa dengan birokrasi Unesa perlu melakukan komunikasi-komunikasi produktif. Oleh karena itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unesa, melalui Kementerian Dalam Negeri merasa perlu menyediakan wadah diskusi. Lembaga eksekutif mahasiswa tertinggi di Unesa ini pun akhirnya menggelar Discussion Communication (Discom) pada Kamis (29/9/2016) di auditorium Prof. Dr. Leo Indra Ardiana, M.Pd., FBS Unesa. Seluruh perwakilan dari BEM Fakultas, Himpunan Mahasiswa Jurusan, dan Himpunan Mahasiswa Prodi diundang untuk ikut berdiskusi.
Forum diskusi yang dimoderatori Eko Prasetyo ini membahas berbagai persoalan di lingkungan Unesa, khususnya yang berkaitan dengan kemahasiswaan. Di antara pokok masalah yang dibahas adalah mengenai biaya sumbangan dana pengembangan (SDP) yang biasa dikenakan kepada mahasiswa saat mendaftar dan pembangunan di Unesa.
Berdasarkan data yang ada, mahasiswa Unesa yang terdaftar di tahun 2016 ini berjumlah sekitar 5.000 orang. Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan mahasiswa, yang dibahas dalam Discom, mengenai pengelolaan dana dari mahasiswa tersebut. Padahal, hingga saat ini, gedung baru Rektorat di Unesa kampus Lidah Wetan belum juga digunakan.
Selain itu, Presiden Mahasiswa BEM Unesa M. Zainal Arifin sempat menyinggung tentang Undang-Undang Republik Mahasiswa Unesa yang belum semua fakultas, HMJ, atau pun HMP selingkung Unesa mengetahui. "Bahkan ada beberapa dosen yang menyalahi aturan dalam UU Rema Unesa dalam pembekuan Ormawa, baik tingkat fakultas, jurusan, maupun prodi di Unesa," tegasnya.
Zainal menambahkan, hasil diskusi ini akan disampaikan dalam Mimbar Bebas kepada pihak Rektorat. BEM Unesa akan membantu menyuarakan segala masalah yang dialami fakultas, HMJ, maupun HMP seluruh Unesa. Rencananya, Mimbar Bebas akan dilaksanakan pada Oktober 2016. (Mira Carera/ful/Humas)
Share It On: