www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id., SURABAYA–Toleransi dan perundungan (bullying) di sekolah menjadi perhatian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNESA dalam Focus Group Discussion (FGD); Kebijakan dan Strategi Penguatan Interaksi Sosial di Lingkungan SMA di Ruang Rapat, Lantai 6, Gedung Rektorat UNESA pada Sabtu, 15 Juli 2023.
Kegiatan itu dihadiri perwakilan dari sejumlah SMA yang ada di Surabaya. Prof. Dr. H. Muhammad Turhan Yani, M.A., Direktur LPPM mengatakan bahwa gejala intoleransi seperti membeda-bedakan suku, agama, ras, gender, bahkan radikalisme pada siswa di lingkungan sekolah terutama SMA harus diantisipasi sejak dini. Pendidik harus turut andil dalam menciptakan kehidupan sekolah agar tetap dan makin harmonis.
Diskusi ini dilakukan untuk mengetahui realitas sebenarnya yang terjadi di lingkungan sekolah tentang bagaimana sikap toleransi siswa dan guru juga cara mengatasi jika sikap intoleran misalnya muncul di sekolah. Nantinya, hasil dari diskusi yang juga akan digelar di beberapa kota lainnya di Jawa Timur akan menjadi data penting yang bisa menjadi rekomendasi kebijakan atau program.
Tim pengumpul data atau riset ini terdiri dari sejumlah pakar lintas universitas. Prof Turhan sendiri mewakili UNESA, Prof. Dr. Bagong Suyanto, M.Si. dan Prof. Dr. Rahma Sugihartati, M.Si dari Universitas Airlangga, Dr. Drajat Tri Kartono, M.A dari Universitas Sebelas Maret, dan Mun’im Sirry, Ph.D. dari University of Notre Dame, Amerika Serikat.
www.unesa.ac.id
FGD ini dipandu Dr. Mufarrihul Hazin, M.Pd. Pada sesi diskusi, Mun’im Sirry mengatakan bahwa perkataan atau tindakan bullying banyak terjadi di sekolah, tetapi dianggap sebagai guyonan oleh kebanyakan orang. Padahal untuk memberikan solusi, hal pertama yang harus lakukan yaitu mengakui bahwa hal tersebut adalah suatu kesalahan.
“Bagaimana kita akan membuat strategi untuk memecahkan permasalahan intoleransi kalau kita tidak mau mengakui bahwa tindakan itu ada dan terjadi. Itu yang perlu dipahami dan disadari bersama,” ucapnya.
Menurutnya, berdasarkan pengakuan dari beberapa guru SMA yang hadir menjadi bukti bahwa memang ada dan sering dilakukan tindakan intoleran dari siswa satu dengan yang lain. Seperti misalnya, masih banyak siswa yang mengolok-olok fisik temannya atau bahkan menjadikan aturan sebuah agama sebagai guyonan. Kesadaran sekolah akan adanya suatu tindakan intoleransi yang terjadi memang harus dihadapi, bukan malah menyangkal.
www.unesa.ac.id
Baginya, kunci dari menjaga toleransi bukan hanya membiarkan orang lain melakukan apa yang mereka suka, tetapi menghormati bahwa mereka melakukan sesuatu yang berbeda. Bukan bersikap pasif, tapi sadar untuk menghormati pilihan orang lain. "Kita perlu mengekspresikan kalau kita itu tidak suka atas perlakuan orang lain kepada kita untuk menyadarkan mereka bahwa itu adalah tindakan yang tidak perlu dilakukan," tutupnya.[]
***
Penulis: Fatimah Najmus Shofa
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas
Share It On: