www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA—Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menyelenggarakan International Conference on Education Innovation (ICEI) ke-7 dengan tema ”Elevating Education and Teaching Systems to Empower the Excellent Civilization” di Auditorium, Rektorat, Kampus Lidah Wetan, pada Sabtu, 26 Agustus 2023.
Konferensi ini dihadiri sejumlah pakar dari berbagai negara. Ada Prof. Joseph Calvin Gagnon, Ph.D., guru besar Pendidikan Luar Biasa dari Universitas Helsinki Finland; Prof. Muhammad Kamarul Kabilan, Ph. D. dari Universitas Sains Malaysia (USM); dan Prof. Luzile Mae Satur dari Departemen Sosial dan Antropologi Budaya University of Cologne Jerman.
Selain itu juga ada Dr. Ronald Macanip Quileste, Xavier University Filipina; dan Dr. Sahib Khatoon dari Mehrun University of Engineering and Technology Jamshoro Pakistan. Mereka ditemani narasumber dalam negeri seperti Prof. Dr. Mochamad Nursalim, M.Si., guru besar FIP UNESA dan Saptandri Widiyanto, SH. DESS., DESM, Direktur Politeknik Penerbangan Makassar.
www.unesa.ac.id
Dalam sambutannya, Junaidi Budi Prihanto, S.KM., M.KM., Ph.D., Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, Inovasi, Publikasi, dan Pemeringkatan Universitas, menyampaikan bahwa UNESA terus meningkatkan penelitian, pengabdian masyarakat, sumber daya manusia, dan kualitas pendidikan dengan standar internasional salah satunya lewat ICEI oleh FIP itu.
"Diharapkan lewat konferensi ini banyak insight baru, ilmu baru dan gagasan baru dalam melahirkan riset dan inovasi untuk menjawab persoalan pendidikan kini dan yang akan datang.
Konferensi ini membahas banyak isu pendidikan, salah satunya tentang 'Classroom Management Problems' yang disampaikan Mochamad Nursalim. Menurutnya, penggunaan model pembelajaran yang diterapkan selama ini masih tradisional yang berdampak pada kurangnya motivasi siswa dan mahasiswa, manajemen waktu, dan penggunaan metode yang kurang sesuai.
Solusi yang ditawarkan untuk masalah tersebut yaitu transformasi model mengajar dengan metode BYOD (Bring Your Own Device). Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk mengakses konten edukasi melalui laptop, smartphone, atau tablet.
Dengan menggunakan metode BYOD, siswa dapat belajar bagaimana membuat pilihan, menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, mendirikan forum dimana siswa dapat berkolaborasi untuk menyelesaikan masalah, serta turut aktif berpartisipasi dalam aktivitas minat dan bakat. “Siswa boleh menggunakan device, tapi perlu ada keamanan data dan pengawasan guru," ujarnya.
Cara belajar tersebut menuntut siswa aktif dan terstruktur dalam menggunakan aplikasi pembelajaran agar pembelajaran terpantau. Diperlukan pula peraturan fisik kelas untuk pengisian daya perangkat, monitoring guru, kolaborasi antar siswa dan guru untuk diskusi pembelajaran dalam forum online, pengelolaan aplikasi dan konten, serta evaluasi penggunaan perangkat dengan mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi.
Pendidikan Inklusi
www.unesa.ac.id
Pada sesi selanjutnya, Joseph Calvin Gagnon, mengemukakan bahwa permasalahan pendidikan tidak terbatas hanya pada tenaga pendidik, tetapi juga menyangkut behavior problems atau masalah perilaku terutama dalam pendidikan inklusi.
Dia menambahkan gagasan tentang multi-tiered atau jenjang dalam mendukung sistem behavior yang terdiri atas; General Support (pembelajaran diferensiasi), Intensified Support (pendampingan khusus), dan Special Support (sarana dan manajemen efektif untuk sekolah inklusi).
Dia merekomendasikan kepada pengajar inklusi untuk membangun evaluasi antar universitas dalam hal perilaku remaja, memastikan komunikasi antar-pembelajar disabilitas, dan menyediakan bahan implementasi proaktif dalam bidang pendidikan inklusi. “Sistem behavioral supports dapat diterapkan dan dikembangkan dalam pendidikan inklusi, terlebih lagi di Unesa yang dikenal sebagai kampus ramah disabilitas,” ucapnya.
Menurutnya, Finlandia memiliki kualitas pendidikan yang menjadi referensi negara lainnya. Namun, memiliki problematika yang hampir sama dengan Indonesia dalam bidang pendidikan luar biasa yang meliputi metode pembelajaran dan keterbatasan pengetahuan pengajar dalam menghadapi anak disabilitas.
Dalam meningkatkan kualitas dan kesetaraan dalam pendidikan, kualitas akses untuk pelajar disabilitas harus menjadi dasar utama dalam perkembangan dunia pendidikan. Menurut, Prof. Muhammad Kamarul Kabilan, Ph. D. dari Universitas Sains Malaysia bahwa perencanaan pembelajaran yang kolaboratif menjadi tantangan besar bagi para pendidik di masa transformasi ini.
"Oleh karena itu, komunikasi digital berperan penting dalam pembelajaran online. Kaitan dengan akses bisa dipahami sebagai kesempatan belajar atau untuk mendapat layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kondisi dan kebutuhannya. Akses ini tentu sudah disiapkan, tetapi perlu diperluas hingga sampai ke daerah terjauh dan terpelosok,” bebernya. [*]
***
Tim Penulis: Rafa Afifa Maharani/Fadina
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas
Share It On: